Sebelumnya: A Way to Find You (Part 31)
***
Novel: A Way to Find You (Part 32)
BAB 32
“Mana, Bun? Coba lihat!” Giska langsung mengubah mode panggilan menjadi video call.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hesti memperlihatkan gelang merah di tangannya. “Ini, kan?”
Begitu melihat wujud gelang tersebut, satu ingatan menghantam kepala Giska. Ia pernah melihat gelang merah itu, bahkan memegangnya! Ia sempat mengembalikannya saat benda itu terjatuh di depan toilet basecamp. Mungkin, saat itulah Putri Sriwati menaruh gelang tadi ke dalam carrier Bima. Bima sendiri pasti tidak sadar.
“Iya, bener, Bun. Tolong bawain ke sini sekarang, ya, mumpung masih ada Jeng Asih. Aku pesenin ojek mobil abis ini.”
Setelah telepon ditutup, Giska bertanya pada Asih, “Harus kita apakan gelang itu, Jeng?”
“Tali jiwo itu harus kita hancurkan agar ikatan antara Putri Sriwati dan Mas Bima terputus. Tapi, sebelumnya, kita akan manfaatkan momen penghancuran itu sebagai pengalih perhatian.”
Asih perlahan menjelaskan rencana dari Ki Suko. Namun, untuk melaksanakan rencana tersebut, Giska harus kembali ke Sumbing. “Sebenarnya, bisa aja kita bawa Mbak Giska dari sini. Tapi, terlalu jauh. Energi Mbak bisa habis duluan begitu sampai di sana. Lebih baik, Mbak datang ke Sumbing lagi biar lebih deket. Nggak harus naik, cukup sampai di kaki gunungnya aja.”
“Sampai di basecamp, gitu, ya?”
“Iya, betul. Nanti dari sana, Mbak ketemuan lagi sama Ki Suko di alam gaib.”
Giska tidak perlu berpikir dua kali. Ia langsung mencari tiket transportasi yang bisa membawanya sampai ke Wonosobo lagi. Padahal, baru tadi pagi ia sampai di rumah. Namun, Giska tidak peduli. Ia ingin secepatnya membereskan semua ini.
Masalahnya, tidak banyak pilihan yang bisa ia akses untuk menuju kabupaten tersebut. Opsinya hanya bus atau travel. Kalau kereta, Giska harus turun di kota sebelah karena di Wonosobo belum tersedia stasiun. Begitu pula dengan pesawat.
Akhirnya, Giska mencoba menghubungi beberapa agen travel dan menanyakan ketersediaan tiket paling cepat. Ia beruntung. Ada satu agen yang bersedia menjual tiket dadakan padanya. Giska bisa berangkat malam ini juga. Kali ini, ia harus berhasil membawa Bima pulang!
***
Ki Suko berdiri menunggu kedatangan Giska. Pertemuannya dengan Putri Indrawati tempo hari telah membukakan jalan bagi mereka untuk menyelamatkan Bima. Mungkin, ini adalah salah satu bentuk pertolongan dari Sang Maha Kuasa bagi para hambanya yang tengah berputus asa.
Mbah Wiro berjalan mengelilingi lelaki tua itu dengan sikap waspada. Ki Suko tahu, para penghuni di gunung ini sedang dalam kondisi gelisah. Sang putri yang berkuasa di sini seolah sudah memberi mereka komando. Setiap makhluk itu mengawasi gerak-gerik Ki Suko dari jarak yang terjaga. Mereka seperti siap menyerang kapan saja.
“Mereka tahu kita akan datang,” ucap Mbah Wiro dengan geraman rendah. “Kalau berani macam-macam, akan kumakan mereka semua.”
“Jangan khawatir,” sahut Ki Suko tenang. “Kita punya bala bantuan.”
Tak lama kemudian, Ki Suko merasakan kehadiran Giska. Perempuan muda itu muncul tidak jauh di depannya. Giska sejenak terlihat linglung, tapi begitu melihat Ki Suko, ia langsung berlari menghampiri.
“Kamu bawa gelangnya, Nduk?” tanya Ki Suko.
Giska menyerahkan benda dalam genggamannya. “Ini, Ki.” Ia lalu melihat ke sekeliling. Saat ini, mereka berdiri di sebuah lapangan yang cukup luas dan terbuka. Basecamp dan juga pedesaan yang seharusnya ada di tempat ini sekarang tidak tampak sama sekali.
“Asih udah jelasin ke kamu soal rencana nanti?”
“Udah, Ki.” Giska mengangguk.
Tepat saat itu, terdengar suara gemerincing lonceng dari kejauhan dan juga tapak sepatu kuda. Sebuah kereta kencana berwarna putih berkilau muncul entah dari mana, kemudian berhenti di depan mereka. Putri Indrawati turun dari dalam kereta.
Giska terkejut melihat betapa miripnya putri tersebut dengan Putri Sriwati. Yang membedakan hanya kedua matanya yang lebih sipit dari sang adik, dan ada tahi lalat kecil di ujung hidungnya. Ki Suko menyapa sang putri dengan sikap hormat.
“Jadi ini, istri dari lelaki yang dibawa oleh adikku?” Tatapan Putri Indrawati jatuh pada Giska. Sikap dan tutur katanya penuh wibawa.
Giska dan Ki Suko mengangguk bersamaan. “Tolong, bantu saya melepaskan Mas Bima dari Putri Sriwati,” pinta Giska lirih.
“Aku akan membantumu. Sriwati tidak berhak mengambil sesuatu yang bukan miliknya. Dia juga tidak seharusnya mengganggu keseimbangan hidup antara manusia dan kaum kami,” ujar Putri Indrawati.
Ki Suko berbalik menghadap ke arah Giska. “Nduk, sesuai rencana, kamu pergi ke istana bersama Kanjeng Putri. Jemput suamimu. Kalian akan aman selama bersama beliau. Aki dan Mbah Wiro akan mancing Putri Sriwati pakai ini.” Si kakek mengacungkan gelang merah di tangannya.
Giska mengangguk. Ki Suko menepuk sebelah pundaknya dan berkata pelan, “Jangan putus berdoa sama Yang Kuasa. Tanpa pertolongan-Nya, usaha kita akan sia-sia.”
Setelah itu, Ki Suko berjalan mundur agak menjauh. Dalam satu tarikan keras, ia memutuskan gelang tadi, kemudian mengumpulkan butiran-butiran batu delima dalam genggamannya. “Pergi,” perintahnya pada Giska.
Penulis : Eenroos
Editor : Redaksiku
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya