CERPEN: Kembali dalam Pelukan Hangat

- Penulis

Sabtu, 13 Juli 2024 - 12:28 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

CERPEN: Kembali dalam Pelukan Hangat

CERPEN: Kembali dalam Pelukan Hangat

 

Nala dan Nila adalah saudara kembar identik yang berusia enam belas tahun. Keduanya sangat mirip mulai dari wajah yang berbentuk oval, bulu mata lentik, hidung bangir dan bibir tipis. Yang membedakan mereka adalah karakter diri. Nala sang kakak bersikap lebih manja dan suka mengeluh, sementara Nila bersikap lebih mandiri dan pendiam. Kedua remaja itu tumbuh menjadi gadis yang manis, bahkan populer di sekolah berkat prestasi masing-masing.

Kecintaan Nala pada olahraga bola voli, membuatnya fokus dengan tim untuk meraih juara pertama pada pertandingan persahabatan antar SMA tahun ini. Nala menargetkan latihan bola voli setiap hari hingga pertandingan tiba. Nala selalu mengingatkan teman-teman satu timnya agar giat menjaga kesehatan, mengatur pola makan, jam tidur, dan latihan fisik setiap hari. Nala dinilai cakap untuk menjadi ketua tim, itulah alasan Pelatih memercayainya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Nala berangkat Bu,” ucap Nala sembari mengikat tali sepatunya.

Ibu yang sedang merajut di teras rumah itu mengalihkan pandangannya ke arah Nala. “Latihan lagi di bulan puasa ini?”

“Iya Bu,” jawab Nala. “Oh iya, Nala izin buka puasa sama temen-temen, pulangnya maleman ya, Bu.”

Ibu mengangguk. “Hati-hati ya, Nala.”

Ibu memandangi punggung Nala yang semakin menghilang di balik pintu. Ia tahu anaknya berlatih keras demi pertandingan bola voli yang entah kapan dilaksanakan. Meskipun kompetisi itu diundur sampai batas waktu yang belum ditentukan, tapi latihan tetap berjalan sebagaimana mestinya bagi Nala dan tim.

Usai mengizinkan Nala berlatih voli, Ibu memilih menghentikan aktivitasnya merajut. Ibu berjalan masuk ke dalam rumah, lalu menyalakan televisi. Berita siang ini menyatakan pemerintah masih menerapkan PSBB, pembatasan sosial berskala besar untuk mencegah penyebaran virus corona. Ibu mengelus dadanya, sudah berulangkali mengingatkan Nala untuk tidak kemanapun kecuali keadaan darurat dan keperluan yang memang dibutuhkan. Tetapi Nala berdalih latihan voli lebih penting daripada apapun.

“Ibu kenapa?” Nila menghampiri Ibunya, mengajak untuk duduk di kursi ruang tamu itu.

Sedari tadi Nila menyadari Ibu hanya berdiri dan memegangi pelipisnya. Sebenarnya Nila baru bangun tidur siang begitu mendengar Nala berangkat latihan voli. Setiap hari, Nila selalu mengingatkan Nala agar tidak memulai keributan dengan Ibu. Nila tidak ingin Nala terus-terusan membangkang pada Ibu mereka. Tabiat Nala yang sering keluyuran setelah pulang sekolah, selalu meminta barang-barang yang mahal supaya terlihat kaya seperti teman-teman gengnya, tidak mau membantu pekerjaan rumah, membuat Ibu dan Nila sakit kepala menghadapi Nala.

“Tidak apa-apa, Nila. Mungkin Ibu lelah saja.” Ibu mengusap pelipisnya yang berkeringat.

“Sebaiknya Ibu berbaring di kamar saja ya,” saran Nila.

Ibu menggeleng.

“Tania tadi menghubungi Nila, ia bilang mereka masih latihan di halaman rumahnya. Biar nanti Nila saja yang menunggu Kak Nala pulang ya Bu.”

Ibu hanya mengangguk.

***

Nala tiba di rumah tepat pukul Sembilan malam. Ia mengetuk pintu berkali-kali, mengeluh karena menunggu lama. Untung saja pintu itu tidak didobrak. Beberapa kali sebelumnya pintu itu bahkan sudah pernah ditendang oleh Nala karena tidak sabar lagi ingin masuk ke dalam rumah. Waktu itu Ibu dan Nila sedang tertidur lelap sehingga tak sadar Nala sudah berada di teras rumah.

Nila yang baru saja selesai mengaji, langsung berlari ke ruang tamu. Buru-buru ia membukakan pintu untuk kakaknya. Nila tidak ingin ada suara gaduh lagi mala mini, maka sebisa mungkin ia ingin meredam amarah Nala.

“Lama amat, sih!” seru Nala dengan nada ketus.

“Maaf Kak.”

“Ibu mana? Air hangat udah ada? Gerah nih!” Nala membuka maskernya, lalu mengibaskan rambutnya.

“Ibu baru saja tidur. Nila udah siapin air hangat untuk Kakak,”

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Nala berjalan menuju kamar mandi. Nila tertegun sejenak, mengapa Nala bersikap seperti itu? Terlalu berlebihan bukan? Ia tahu Nala lebih manja dibandingkan dirinya, apa bersikap semena-mena yang terdengar menyebalkan itu sopan?

Seusai mandi, Nala duduk di ruang tamu. Ia tertawa menonton sinetron komedi. Nila terganggu. Nila ingin tidur cepat dan bangun dini hari untuk menyiapkan makanan untuk sahur. Pelan-pelan Nila melangkah, duduk di samping Nala.

Baca Juga:  Cara menghilangkan bau di sepatu

“Kakak belum tidur?” tanya Nila hati-hati.

“Ini bukan tidur kan? Ya belum!”

“Nanti kesiangan bangun sahurnya, Kak. Kakak juga pasti capek kan tadi latihannya?”

“Berisik banget, ya kamu kalau mau tidur ya tidur aja.”

Nila terdiam. Ia mengalah, membiarkan Nala meneruskan kegiatan menonton sinetron itu.

***

Suara alarm membangunkan Nila, seperti biasa ia bersiap di dapur. Ternyata Ibu sudah memasak sayur bayam bening dan ayam goreng. Nila membuatkan teh manis hangat dan mengatur letak makanan. Ibu mengisyaratkan Nila untuk membangunkan Nala. Bergegas Nila membuka pintu kamar Nala.

Nala belum tidur, Nila bisa melihat lingkaran hitam di bawah mata Nala. Wajah Nala sembab, ia menangis semalaman. Nila enggan bertanya, ia hanya mengingatkan Nala untuk sahur dan mengatakan bila tidak enak badan, maka lebih baik beristirahat.

“Kak Nala sepertinya nggak enak badan Bu, biar Nila antar makanan ke kamarnya.” Nala mengambil piring di rak yang berada di ujung meja makan.

Ibu mengernyitkan dahinya, kemudian mengangguk.

Nila mengantarkan teh manis hangat, air putih, nasi dan lauk pauk untuk Nala. Ia menatap mata Nala yang sayu. Firasat Nila menyatakan Nala sedang patah hati. Ia lebih baik diam dan membiarkan Nala merenung. Nila tidak ingin memancing percakapan yang hanya akan membuat Nala berkata hal yang menyakiti hatinya. Nada ketus itu selalu terngiang dalam benak Nila. Namun,  yang sebenarnya Nala pikirkan justru tentang Ayah.

“Nala nggak puasa?” tanya Ibu memastikan.

“Sepertinya nggak Bu, Nala gak bilang apa-apa,” jawab Nila.

“Ya sudah. Siap-siap shalat subuh ya.”

Nila mengangguk. Ia membereskan meja makan lalu mencuci piring. Ibu menggosok gigi dan mengambil wudhu, diikuti Nila. Keduanya menuju ruang mushola yang berada di ruang tengah, menunggu adzan subuh berkumandang.

Tiba-tiba pintu kamar Nala terbuka. Ia keluar dan berjalan menuju dapur. Nala membasuh wajahnya dan terdiam sesaat. Ia membuka air keran, wudhu. Terdengar suara adzan subuh memanggil umat islam untuk melaksanakan kewajibannya, shalat. Nala masuk ke ruang tengah, mushola. Ia berdiri di samping Nila. Sontak Nila kaget, lalu tersenyum. Ibu menoleh dan mengusap wajah Nala. Ketiganya berpelukan, terharu. Kehangatan ini yang dirindukan Nala. Ia menangis tersedu.

Sudah lama rasanya tidak shalat berjamaah bertiga. Setahun terakhir Nala selalu mengurung diri dari Ibu dan Nila. Nala juga enggan shalat. Saat itu, Nala membenci dirinya sendiri, mempertanyakan kenapa Ayah harus meninggal mengenaskan. Nala tidak bisa melupakan tubuh kaku Ayahnya saat menyelamatkan korban kebakaran di pasar malam.

Demi menyelamatkan Nala dan Nila, Ayah menerobos booth pameran yang penuh bara api. Nala dan Nila berhasil selamat. Namun, Ayah tak kuasa melihat satu keluarga menangis terperangkap di booth sebelah. Ayah dengan gagah menolong keluarga yang terdiri dari suami-istri dan bayi kecil. Keluarga itu selamat, sementara Ayah harus dilarikan ke rumah sakit terdekat. Ayah pingsan dan mengalami luka bakar pada kaki, tangan, dan menjalar ke lehernya. Begitu sampai di rumah sakit, Ayah tak terselamatkan. Orang-orang menganggap Ayah mereka adalah pahlawan, sementara Nala merasa Ayahnya pecundang.

Usai menonton sinetron malam tadi, Nala membuka tayangan talkshow di salah satu channel YouTube melalui ponselnya. Nala tertegun begitu mendengar penuturan narasumber yang pernah menjadi korban kebakaran, yang ternyata adalah satu keluarga yang diselamatkan Ayah Nala. Suami istri itu berkali-kali mengucapkan syukur dan mendoakan Ayah Nala yang telah tiada. Air mata Nala bercucuran melihat bayi yang kini berusia dua tahun itu di layar ponselnya.

Tayangan itu membuka mata hati Nala. Nala pun mengikhlaskan kepergian Ayahnya. Ia berdamai dengan masa lalu. Ayahnya bukan seorang pecundang, Ayahnya berjiwa besar karena rela menolong tanpa pamrih. Nala masih memeluk erat Nila dan Ibu. Setelah shalat ini, Nala ingin meminta maaf pada Ibu dan Nila karena sikapnya yang menyulitkan. Nala juga berjanji akan menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

***

Follow WhatsApp Channel www.redaksiku.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Makan All You Can Eat Puas Dengan Harga Hemat Kakkoii BBQ & Shabu-Shabu
Nonton LK21 dan IndoXXI Tidak Aman, Tonton disini!
Jadwal dan Sinopsis Film 1 Kakak 7 Ponakan
9 Drakor Terbaru yang Dirilis pada Februari 2025: Newtopia dan Undercover High School!
5 Game Bola Manajerial Laptop Seru Dimainkan
UFL Janjikan Pengalaman Manajerial Menarik
9 Opening Video Anime Terbaik Tahun 2024
Pemain Sepakbola Terbaik Sepanjang Abad

Berita Terkait

Kamis, 6 Februari 2025 - 08:06 WIB

Makan All You Can Eat Puas Dengan Harga Hemat Kakkoii BBQ & Shabu-Shabu

Senin, 27 Januari 2025 - 11:58 WIB

Nonton LK21 dan IndoXXI Tidak Aman, Tonton disini!

Minggu, 26 Januari 2025 - 16:46 WIB

Jadwal dan Sinopsis Film 1 Kakak 7 Ponakan

Kamis, 23 Januari 2025 - 22:18 WIB

9 Drakor Terbaru yang Dirilis pada Februari 2025: Newtopia dan Undercover High School!

Rabu, 22 Januari 2025 - 09:46 WIB

5 Game Bola Manajerial Laptop Seru Dimainkan

Berita Terbaru