“Kau milikku, Mas … Dan tidak ada yang bisa mengubah itu.”
***
Barman sedang memimpin rapat direksi. Semua peserta sangat tertekan dan kelelahan. Tiba-tiba ponsel yang tergeletak di meja rapat, bergetar. Ninit menghubunginya. Ada rasa cemas menjalar di hatinya. Barman meraih ponsel memberi tanda maaf, lalu keluar ruangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ada apa, Sayang?”
“Pah, pulanglah! Ada yang tidak beres di rumah!” kata Ninit bergetar campur isak yang tertahan. Dia tidak mampu mengatakan kejadian yang sebenarnya.
Barman menangkap adanya masalah yang sedang terjadi. Dan itu sangat menyedihkan istrinya. Tidak biasanya Ninit setenang itu dan menahan tangis. “Ini pasti masalah Ratih, dan dia ada bersamanya,” desisnya lirih. Barman melihat arlojinya, lalu segera masuk ruangan.
“Oke, sementara rapat sampai sini dulu. Dan laksanakan hasil rapat. Rapat selanjutnya menunggu pemberitahuan lebih lanjut.” Barman menoleh kepada Sekretarisnya, “buat notulen rapat, lalu kirim ke Emailku!”
“Baik,” jawab sekretarisnya dengan hormat.
Barman memberi kode kepada kedua adik ipar untuk ikut ke ruangannya. “Selamat malam,” salamnya sambil beranjak meninggalkan ruang rapat.
Di ruang kerja Dirut, Robert dan Daniel duduk dihadapan Barman dengan wajah penuh tanda tanya. Barman menjelaskan semua permasalahannya. Keduanya tahu keponakannya sangat tidak bertanggung jawab. Mereka terkejut mendapatkan kenyataan yang sebenarnya. Toni terperangkap wanita culas yang menjeratnya tanpa ampun.
“Koko, sekarang pulanglah. Di sini biar kami berdua yang mengurusnya. Daniel, coba hubungi Mpek An Cong, suruh magerin rumah Ko Barman, dan … di mana Toni sekarang?” tanya Robert.
Barman hanya menggeleng, “HP-nya susah dihubungi. Kata penjaga vila, Toni ndak di sana. Perempuan itu sekarang menguasai vila, penjaganya diusir.”
“Kalau begitu, Dan, suruh Mpek nyari keberadaan Toni. Ini gawat banget! Kalau ndak gercep bisa bahaya. Perempuan itu pasti terus nguras duit Toni.”
“Kalau begitu blokir semua rekening atas nama Toni! Mpek Cong harus membawa Toni pulang!” kata Daniel.
Barman terperangah. Masalah itu terlewat begitu saja oleh kesibukan perusahaan yang ditinggal Toni. Wajahnya merah padam, rahang mengatup erat. Tensinya naik membuat kepalanya pening. Barman menarik napas panjang lalu mengembuskannya sampai habis. Diulangnya beberapa kali sampai debaran jantungnya mereda.
“Astagfirullahaladzim … astagfirullahaladzim … astagfirullahaladzim … lahaula walakuata illabillah ….” Barman merasa tenang. Menaruh kedua siku di meja, lalu menutup wajah dengan kedua tangan.
Daniel langsung menghubungi Mpek An Cong, masih kerabatnya, seorang paranormal berilmu tinggi dan ahli sihir. Lalu menjelaskan dengan singkat, dan keperluannya.
“Tunggu sebentar!” perintahnya dari ujung sambungan di seberang sana. Dengan patuh Daniel menunggu. Tiba-tiba, “suruh Barman pulang sekarang juga! Jangan sampai terlambat!” kata Mpek sambil memutus hubungan telepon.
Dengan wajah pucat, Daniel masuk ruangan kembali, mendapati Barman sedang menolak sebuah benda segi enam dengan cermin bermotif Yang dan Ying dilingkari anyaman khusus dari benang merah. Benda yang mereka anggap sebagai jimat keselamatan.
“Ini milikmu, Rob. Penting untuk keselamatan keluargamu.”
“Terima saja, Ko. Saat ini keluarga Koko butuh sekali. Percayalah, doa-doa kami akan terpantul dari situ!” sahut Daniel. Robert mengiyakan.
“Ko, pulang sekarang. Itu perintah Mpek Cong. Dia langsung bergerak,” lanjut Daniel.
Mendengar Mpek An Cong yang mempunyai ilmu gaib aliran putih langsung bergerak, Barman segera bersiap-siap untuk pulang. Dia merasakan istri dan menantunya dalam keadaan bahaya. Nono, supirnya, disuruh bersiap menunggu di lobi.
Ikuti novel terkini dari Redaksiku di Google News atau WhatsApp Channel