Jika nafsu dan ambisi berkolaborasi, akal sehat pun dipaksa untuk bungkam. Segala cara ditempuh demi tercapainya impian. Semua aturan diterjang, norma kehidupan diabaikan, untuk sebuah ambisi yang dibalut kata cinta.
Malam itu, langit bersih bertabur bintang. Bulan separuh tampak malu-malu sinarnya bersanding dengan kerlip bintang-bintang bak berlian. Dari jauh awan tipis berenang mengikuti arah angin yang melintas. Daun-daun bergoyang lembut dibelai angin malam.
Kafe terlihat cukup ramai, menyibukkan barista menyiapkan pesanan pengunjung. Para koki juga repot memasak makan malam pesanan pengunjung. Puff Pastry (pastry lapis), roti khas kafe, berbagai model juga tersedia dalam menunya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Erlika menemui seorang pramusaji, yang telah memberitahu kedatangan Toni. Dia membawa shopping bag kertas berwarna coklat. Mereka bertemu di pojokan tempat parkir terlindung oleh mobil yang parkir. Erlika menyodorkan amplop berwarna coklat cukup gendut berisi uang dan satu kantong plastik flip kecil berisi bubuk.
“Campurkan ini ke minumannya.”
Pramusaji tersebut melebarkan matanya yang berbinar-binar melihat uang di dalamnya. Uang dalam jumlah yang cukup mencengangkan untuk orang sekelas pramusaji. Namun begitu mendengar tugas yang dibebankan padanya, tangannya gemetar, wajahnya sedikit memucat.
“Maaf, Mbak, aku nggak berani. Aku butuh pekerjaan ini! Aku juga nggak mau berurusan dengan kepolisian,” katanya dengan suara bergetar.
“Bubuk ini bukan racun. Cuma buat mancing gairah,” jelas Erlika sambil tersenyum sambil mengedipkan sebelah mata. Pramusaji merasa lega. Sambil nyengir, dia lalu menyanggupi. Plastik fip dimasukkan saku rok tertutup blus. Erlika memberikan shopping bag tempat amplop sambil mengingatkan lawan bicaranya.
“Ingat, jangan sampai ada yang tau!” pesan Erlika yang dijawab dengan anggukan.
“Pergilah! Hati-hati!” titahnya.
Menunggu beberapa saat setelah orang suruhannya pergi, sambil melihat sekeliling dengan waspada Erlika beranjak ke pintu. Dengan anggun dia masuk ke dalam, kedatangannya sempay mrnarik perhatian pengunjung Pria. Wajah cantik dan tubuh seksinya cukup menggoda mata untuk menikmatinya. Matanya nyalang mencari tempat yang strategis. Dilihatnya Toni duduk menghadap jendela, tidak jauh dari pintu masuk. Matanya fokus menatap layar laptop.
Erlika menghampiri meja yang agak tersembunyi dari pandangan Toni, namun masih bisa melihatnya dengan jelas. Pramusaji yang tadi menemuinya, segera mendekat sambil membawa buku menu dan catatan daftar pesanan.
“Aku pesan Tom Yam seafood, minumnya es kopi susu cincau. Jangan lupa air putihnya!” pinta Erlika.
“Baik,” jawab pramusaji. Setelah selesai memberi tanda di daftar pesanan, dia membacakan sekali lagi semua pesanan, yang dibenarkan oleh Erlika. Pramusaji membungkuk hormat dan berlalu ke dapur.
Dari tempatnya duduk, Erlika bisa melihat ke arah bar tempat pembuatan minuman. Dia harus yakin orang suruhannya melaksanakan tugasnya. Matanya juga sesekali menoleh mengawasi Toni. Kekasihnya sedang asyik memainkan tetikus di layar laptopnya sambil menikmati chicken cream pie dan segelas es jeruk. Kehadirannya tidak diketahui oleh Toni, yang tidak peduli dengan sekelilingnya.
Sebentar-sebentar Toni menyeruput es jeruknya. Cuaca terasa panas, atau mungkin hatinya yang panas. Dia sama sekali tidak peduli dengan sekitarnya. Matanya fokus pada layar laptop. Kafe memberi fasilitasl free wifi. Tempatnya juga luas, bersih dan nyaman. Kafe yang cukup representatif.
Pesanan Toni untuk makan malam dihidangkan. Dia mencoba menu yang recomended dari kafe tersebut, iga sapi bakar double dan air mineral. Sebagai hidangan penutup cheesecake dan segelas americano. Saat membawa hidangan penutup, pramusaji memberi kode kepada Erlika, yang memberi reaksi dengan senyuman. Matanya langsung berbinar membayangkan malam pertama bersama pujaan hatinya.
Berselang beberapa saat, pesanan Erlika dihidangkan oleh pramusaji suruhannya.
“Sudah diminum, Mbak,” bisiknya lirih, “makan yang banyak, Mbak. Nanti kerja keras, lho,” ledeknya.
“Hus, jangan kurang ajar, kamu. Kemarahan hanya bisa diredam di tempat tidur. Makanya aku harus banyak siasat,” bisik Erlika lirih.
“Semoga sukses, Mbak.” Tanpa menunggu jawaban, si Pramusaji berlalu ke belakang.
Erlika menikmati makan malamnya. Sebentar-sebentar menoleh ke arah Toni. Sekitar 30-an menit, kepala Toni mulai terasa berat. Tubuhnya terasa panas. Air putih dingin ditenggaknya sampai habis. Keringat mulai mengembun. Gumpalan es yang tersisa dikremusnya. Dia memanggil pramusaji meminta air dingin. Toni tersiksa oleh sakit kepala dan rasa panas di tubuhnya.
Erlika tersenyum penuh kemenangan. Begitu hidangan habis, dia meminta bill. Setelah membayar tagihan, dia berniat mendekati Toni, namun dia sangat terkejut. Dia sampai bengong dan kecewa berat melihat Toni sedang dipapah oleh seorang lelaki yang membawanya keluar. Tidak lama kemudian, seorang lagi menyusul.
Erlika gamang, kedua tangannya mengepal erat di pangkuannya hingga ruas-ruas jarinya memutih. Hatinya ingin mendekat, pikiran warasnya menolak. Tidak mungkin dia mengaku sebagai tunangan Toni, bisa berabe. Mereka datang sendiri-sendiri. Dengan gontai Erlika keluar, lalu memesan mobil online. Rasa kecewa seperti mata bor menghujam hatinya. Usaha menjerat Toni, gagal total.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya