DBD atau Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang menjadi momok menakutkan di Indonesia, terutama karena negara ini terletak di daerah endemis DBD, yaitu antara 35 Lintang Selatan dan 45 Lintang Utara, tempat di mana nyamuk Aedes aegypti, pembawa virus DBD, sering berkembang biak.
Kondisi ini menjadikan DBD sebagai ancaman serius bagi semua orang, terutama saat penyakit ini menyerang anak-anak, mengundang ketakutan akan dampak berbahaya yang dapat terjadi.Nyamuk Aedes aegypti adalah pembawa virus penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue), endemis di daerah tropis. Nyamuk ini aktif pada pagi dan senja, membutuhkan air untuk berkembang biak. Betina bertelur di wadah air tergenang.
Gigitan nyamuk ini dapat menyebarkan virus DBD, menyebabkan demam tinggi, nyeri otot, ruam kulit, bahkan dapat berujung pada kondisi berbahaya dan kematian. Pencegahan melibatkan penghapusan tempat perkembangbiakan, penggunaan kelambu, dan penggunaan obat anti-nyamuk. Memahami karakteristik nyamuk Aedes aegypti, perilaku, dan cara-cara pencegahan, menjadi kunci untuk mengurangi penyebaran penyakit DBD.
Penting bagi kita untuk memahami gejala khas DBD pada anak. Pengetahuan ini memungkinkan deteksi dini sehingga tindakan yang tepat dapat segera diberikan kepada anak. Dr. Kurniawan Taufiq Kadafi, M.Biomed, Sp.A(K), dalam bukunya “Mengatasi Gawat Darurat pada Anak,” mengidentifikasi tiga gejala khas DBD yang perlu dikenali dengan baik.
Gejala-gejala Khas DBD pada Anak
1. Fase Demam
Fase awal penyakit ini ditandai dengan demam tinggi selama hari pertama hingga hari ketiga. Anak mungkin mengalami dehidrasi, yang memerlukan asupan cairan yang cukup. Kehilangan nafsu makan dan minum dapat memperburuk keadaan dehidrasi. Anak tampak sangat sakit dengan wajah memerah.
2. Fase Penyembuhan
Fase ini juga dikenal sebagai fase konvalesen. Masa kritis atau gawat berbahaya pada penyakit ini telah terlewati. Jumlah trombosit dalam darah cenderung meningkat. Gejala DBD seringkali mirip dengan gejala infeksi lainnya, yang bisa membuat orangtua sulit mengidentifikasinya sebagai gejala DBD. Akibatnya, penanganan terhadap anak seringkali tertunda.
3. Fase Kritis
Disebut juga Fase Syok, fase ini terjadi pada hari keempat dan kelima penyakit. Fase ini menjadi paling berbahaya karena, ketika demam mulai turun, cairan tubuh merembes dari pembuluh darah. Di fase ini, orangtua sering tertipu dengan berkurangnya demam, sehingga mengira anak sudah sembuh. Anak mungkin tidak mampu mengenali orangtua atau lingkungan sekitar, tidak memberikan respons terhadap rangsangan nyeri, dan tangan serta kaki terasa dingin serta keluar keringat dingin di seluruh tubuh.
Kematian akibat DBD sering terjadi karena keterlambatan dalam mengidentifikasi gejalanya sebagai gejala DBD. Terlebih saat gejala DBD muncul bersamaan dengan gejala infeksi lain, seperti diare dan radang tenggorokan, yang bisa menyebabkan fokus pada infeksi tersebut.
Mengetahui gejala-gejala ini penting agar kita dapat lebih waspada dan segera membawa anak ke dokter untuk penanganan yang tepat. Kesadaran akan tanda-tanda awal penyakit ini memegang peranan penting dalam menyelamatkan nyawa anak.
Kesimpulan
Penting bagi kita untuk memahami gejala-gejala DBD pada anak-anak. Mengenali gejala-gejala khas ini membantu kita untuk mengambil tindakan yang cepat dan tepat. Informasi ini dapat menjadi pengetahuan yang berharga untuk keselamatan anak-anak kita. Kesiagaan dan pemahaman akan DBD merupakan langkah penting dalam upaya pencegahan dan penanganan dini terhadap penyakit ini.
Ikuti berita terkini dari Redaksiku.com di Google News, klik di sini
Tinggalkan Komentar