Because Of You, Re!
Part 2: Pengabaian
Seharusnya Dito dan Rere masih ada waktu satu malam lagi mereka menginap di hotel tetapi karena Rere menerapkan silent treatment yang membuat lelaki itu sangat pening. Bagaimana mungkin berdiam di kamar tapi diacuhkan oleh teman sekamar?
Akhirnya hanya berjalak 1 jam dari keluarga besar mereka check out dari hotel, pasangan pengantin baru yang tidak harmonis itu ikut meninggalkan hotel.
Dito membawa Rere pulang ke rumah miliknya. Di depan bangunan rumah yang terbilang mewah. Rumah dua tingkat dengan luas bagunan 4000 meter yang di bangun di atas lahan 1 hektar tentunya masih menyisakan banyak lahan kosong.
Rere yang baru saja keluar dari mobil yang dikendarai suaminya membuatnya memicingkan mata dan tidak lama menyunggingkan salah satu sudut bibirnya. “Aku mau kita pisah kamar.”
“Iya. Dalam kondisi sadar aku tidak akan melanggar janjiku, Re!”
Seperti yang tertulis dalam perjanjian pranikah mereka bahwa Rere dan Dito akan pisah kamar jika tidak ada pembaharuan kesepakatan dalam dua tahun masa perjanjian.
Dito mempersilakan istrinya untuk masuk ke rumahnya sendiri. Ini baru pertama kalinya perempuan yang menguasai hatinya menginjakkan kakinya ke huniannya setelah sebelum-sebelumnya Rere tidak pernah mau jika di ajak berkunjung ke rumah ini. Biasanya Dito hanya membawa Rere ke rumah milik orang tuanya.
“Kamu mau kamar di lantai satu apa di atas Re?” tanya Dito saat keduanya sudah masuk ke dalam rumah.
Tidak menjawab pertanyaan Dito, perempuan yang bekerja di bidang perencana acara itu hanya melirik tajam sehingga Dito langsung membuat keputusan. “Oke, baik, kamar di lantai atas,”
Kamudian Dito menyuruh orang yang bekerja di rumahnya itu untuk membawa dua kopor besar milik istrinya ke kamar yang berada di sebelah ruang perpustakaan di lantai dua. Dia juga meminta satu pekerja wanita yang ia tugaskan untuk melayani semua keperluan domestik Rere agar menata barang bawaan istrinya.
Sesampainya di rumah Rere memilih untuk mengurung di kamar, bahkan makanan perempuan itu juga di bawa ke dalam kamar. Aksi yang dilakukan sampai matahari terbit, karena saat jam sudah menunjukkan pukul delapan, Dito melihat bagaimana penampilan rapi Rere yang sudah siap bekerja.
“Re, hari ini sudah mulai masuk kerja lagi?”
Sekali lagi pertanyaan Dito dianggap angin lalu yang tidak mendapatkan balasan. Rere melenggang begitu saja melewati lelaki itu dan masuk ke mobil yang sudah menunggunya. Jika di lihat dari jenis mobil dan plat, Dito mengenali itu milik sahabat Rere, Ghea.
Tidak ada yang aneh dengan berangkat kerjanya Rere di pagi itu. Menggunakan blus, dengan jas tersampir di lengan dan tas kerja ukuran sedang. Dito tidak menduga bahwa hingga larut malam istrinya tidak pulang juga.
Tidak hanya semalam, bahkan sudah lewat dua malam Rere tidak kembali pulang ke rumah. Dito hanya menatap nanar ponselnya dimana chatnya beruntun dan dalam jumlah puluhan itu tidak Rere balas.
Dito hanya ingin tahu kemana istrinya beristirahat karena tidak pulang ke tempatnya. Tidak mungkin Rere pulang ke kediaman ibu perempuan itu. satu-satunya kemungkinan di rumah sahabat Rere, dia pun sudah mengunjungi rumah Ghea, di sana juga tidak ada istrinya.
“Maaf, Pak. Ibu sudah berpesan kalau bapak ke sini tidak diperbolehkan memasuki ruangan beliau,” cegat salah satu karyawan Rere.
“Tapi Rere datang ke sini?” tanya Dito.
“Iya, Pak. Ibu datang dan bekerja. Pagi sekali, pukul setengah tujuh Bu Rere sudah sampai di kantor dan sibuk di ruangan.”
“Baik lah, saya pergi. Jika terjadi apa-apa dengan Rere, tolong langsung hubungi saya atau sekertaris saya,” pinta Dito.
Dari dua hari lalu hingga pagi ini dia sudah datang ke kantor event organizer tetapi karyawan Rere memohon kepadanya untuk tidak menerobos masuk. Demi mereka tetap bisa bekerja dengan perempuan itu. Dito yang juga memahami bahwa jika istrinya semakin di desak semakin nekat membuatnya pulang tanpa bertemu istrinya.
Besok pagi ia akan mencoba kembali untuk menemui Rere lebih pagi, berharap bisa bertemu dengan perempuan itu. Jika tidak maka ia akan menyewa orang untuk mengawasi 24 jam istrinya.Tidak bertemu langsung tidak apa-apa yang penting dia bisa mengetahui keadaan istrinya terupdate.
Ada pekerjaan yang menuntutnya pergi ke kantor dan juga beberapa janji temu membuat Dito tidak mungkin menunggu seharian di kantor event organizer milik Rere. Seperti sekarang dia harus melakukan rapat dengan salah satu departemen internal untuk melakukan brainstorming beberapa ide untuk menaikkan jumlah pengunjung yang menghabiskan akhir pekan di hotelnya atau sekadar makan di restoran dalam hotel.
Belum lagi, di hari ini Dito juga ada janji temu dengan sahabatnya, Alvindra untuk melepas penat sekaligus membahas bagaimana perkembangan usahanya.
“Lo udah nikah, rumah lo masih sepi aja, Dit,” ucap Alvindra yang langsung menjatuhkan diri di sofa.
“Jam segini Rere masih kerja, Vin,” kata Dito agar sahabatnya tidak semakin tidak menyukai Rere. Dito pun juga tidak akan bisa memilih antara Rere atau Alvindra jika keduanya bersiteru. “Langsung vikol Zafran dan Tita, sana!”
Tinggalkan Komentar