Peredaran narkoba jaringan internasional Fredy Pratama kembali diguncang setelah Bareskrim Polri menggagalkan upaya penyelundupan 135 kg sabu di Aceh.
Keberhasilan ini menunjukkan bahwa jaringan narkotika yang dikendalikan oleh Fredy Pratama masih aktif menyuplai barang haram ke Indonesia.
Polisi terus meningkatkan pengawasan untuk menutup jalur distribusi yang digunakan oleh sindikat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penangkapan ini berawal dari informasi intelijen yang diterima oleh Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) Bareskrim Polri mengenai penyelundupan narkotika dari Thailand.
Menindaklanjuti laporan tersebut, polisi segera melakukan operasi di wilayah Aceh yang dikenal sebagai pintu masuk utama penyelundupan narkoba melalui jalur laut.
Jaringan Narkoba Fredy Pratama Masih Aktif di Indonesia

Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Mukti Juharsa, mengungkapkan bahwa 135 kg sabu yang diamankan diduga kuat berasal dari jaringan Fredy Pratama.
Hingga saat ini, bandar narkoba kelas kakap itu masih menjadi buronan internasional dan diyakini bersembunyi di Thailand.
“Kami menerima informasi bahwa ada penyelundupan narkotika dari Thailand. Kemungkinan besar ini merupakan barang milik Fredy Pratama,” ujar Mukti dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Rabu (12/2/2025).
Menurut Mukti, Fredy Pratama masih aktif mengendalikan jaringannya di Indonesia dengan berbagai metode untuk menghindari pelacakan aparat.
Komunikasi antar anggota sindikat juga terus berkembang, sehingga polisi harus bekerja lebih keras untuk menelusuri jalur distribusi dan aliran dananya.
Modus Penyelundupan 135 Kg Sabu oleh Jaringan Fredy Pratama
Berdasarkan hasil penyelidikan, narkoba ini dikirim melalui jalur laut menggunakan perahu cepat.
Modus penyelundupan ini mirip dengan metode yang telah digunakan sebelumnya oleh jaringan internasional.
Sabu tersebut dikemas dalam bungkusan teh China berlabel 999 dan 99, yang sering digunakan oleh jaringan narkoba untuk mengelabui petugas.
Dalam operasi yang berlangsung pada 7 dan 8 Februari 2025, polisi berhasil menangkap empat tersangka yang diduga berperan sebagai kurir dalam jaringan ini.
Mereka berinisial I, F, E, dan M, yang ditangkap di Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Lhoksukon, Aceh.
“Para pelaku semuanya warga Indonesia, berasal dari Aceh. Mereka berperan sebagai penghubung dalam pengiriman sabu dari Thailand ke Indonesia,” jelas Mukti.
Selain 135 kg sabu, polisi juga menyita berbagai barang bukti lainnya, termasuk satu unit perahu mesin dua kepala, satu boat oskadon, satu unit ponsel satelit merek Thuraya, satu perangkat navigasi Garmin, lima unit ponsel Android, serta satu unit mobil Avanza hitam.
Strategi Polri dalam Memburu Fredy Pratama
Fredy Pratama telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 2014. Selama satu dekade terakhir, ia dikenal sebagai salah satu bandar narkoba terbesar di Asia Tenggara.
Polri telah membentuk Tim Khusus “Escobar Indonesia” untuk menangkapnya, bekerja sama dengan Kepolisian Thailand serta Drugs Enforcement Administration (DEA) Amerika Serikat.
“Kami belum bisa menjangkau dia. Fredy adalah gembong besar yang sulit disentuh oleh pemerintah Thailand,” ujar Mukti.
Untuk menutup ruang gerak Fredy Pratama, Polri menerapkan strategi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Melalui metode ini, polisi dapat melacak aliran dana yang mengarah ke Fredy Pratama.
“Melalui TPPU, semua dapat terungkap. Kalau hanya menangkap pelaku di lapangan, mereka tidak akan mengaku. Namun, jika kita menelusuri rekening mereka, pasti ujungnya mengarah ke Fredy Pratama,” tambahnya.
Dengan adanya kerja sama internasional yang semakin intensif, Polri berharap dapat menangkap Fredy Pratama dan menghentikan peredaran narkotika yang dikendalikannya.
Ancaman Hukuman bagi Pelaku Penyelundupan 135 Kg Sabu
Keempat tersangka yang tertangkap dalam operasi ini kini ditahan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
Mereka dijerat dengan Pasal 114, Pasal 112, dan Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Ancaman hukuman bagi para pelaku ini sangat berat. Mereka bisa menghadapi hukuman mati atau minimal lima tahun penjara dengan denda mencapai Rp10 miliar.
Hukuman ini sejalan dengan kebijakan pemerintah Indonesia yang menindak tegas pelaku peredaran narkoba, terutama yang berkaitan dengan jaringan internasional.
Sementara itu, kepolisian terus berupaya membongkar jaringan ini hingga ke akar-akarnya.
Penyelidikan masih berlangsung untuk mengungkap siapa saja yang terlibat dalam distribusi narkotika ini di Indonesia.
Kasus penyelundupan 135 kg sabu di Aceh semakin menguatkan dugaan bahwa jaringan Fredy Pratama masih aktif beroperasi di Indonesia.
Polisi berhasil menangkap empat tersangka dan mengamankan barang bukti yang mengarah pada jaringan internasional ini.
Dengan diterapkannya strategi TPPU dan kerja sama internasional, Polri berharap dapat menutup seluruh jalur distribusi narkoba yang digunakan oleh Fredy Pratama. Upaya pencarian terhadap gembong narkoba ini akan terus dilakukan hingga ia berhasil ditangkap dan diproses secara hukum. (*)
Halaman : 1 2 Selanjutnya