Novel : Petaka Sebuah Janji (Part 23)

Desain tanpa judul 20241108 210108 0000 1

Novel : Petaka Sebuah Janji (Part 23)

Toni melamun mengenang kebersamaan dengan Erlika. Tiba-tiba seberkas energi menyusup ke dalam pikiran Toni, menghapus ingatan kebersamaan bersama wanita yang pernah menjadi pilihan hatinya. Dia tersentak, akal sehatnya bekerja, tubuhnya gemetar. Di dalam hatinya, dia tahu bahwa keluarganya sedang dalam bahaya, terutama Ratih, istrinya. Namun, dia masih belum bisa membebaskan diri. Toni belum merasakan keberadaan Mpek An Cong.

Di tempat perlindungannya Mpek An Cong sedang berjuang, mencoba mencari celah di antara kekuatan kegelapan itu. Ia tahu waktunya makin sedikit, dan jika terlambat, keluarga Toni bisa hancur selamanya. Sesaat-sesaat Toni merasakan getaran lain yang mencerahkan pikiran dan meningkatkan tekad untuk lolos dari tempat itu.

Sementara di kamar tidurnya, Ratih tergolek lemah ditunggui oleh Mbok Isah. Dibujuk bagaimana pun untuk makan atau minum, Ratih tetap tidak mau. Bayangan kejadian di kamar mandi atau pun di meja makan membuatnya mual. Ninit masuk setelah selesai sarapan. Gantian Isah keluar.

Ninit duduk di sisi pembaringan, sambil mengelus kepala Ratih dengan sepenuh hati. “Kamu mau makan apa, Sayang? Pesen bubur ayam, ya? Atau makan buah?”

Tiba-tiba Isah nongol di pintu, memberi tanda agar Ndoro Putrinya keluar sebentar. Ninit mendekat, Isah berbisik perlahan, “Ndoro, cobi Den Ratih diberi susu kemasan biar ndak melihat isinya!”

“Ah, iya Sah bener. Cepet ambil kalau ada, kalau ndak, ya suruh si Nono beli. Ratih suka yang coklat!” kata Ninit semangat.

Ratih hanya mendengar sayup-sayup. Telinganya berdengung, matanya berkunang-kunang, kepalanya berdenyut. Dia mencoba memejamkan mata sambil berzikir seperti yang diajarkan ustazahnya. Ninit kembali duduk, Ratih membuka matanya yang sayu. Badan Ratih demam.

“Sayang, kamu kurang minum. Semalam kurang tidur, tadi belum sarapan. Sekarang badanmu demam. Maafkan Mamah, ya. Apa masih terasa sakit?” Ratih hanya mengangguk lemah. Air matanya menitik, dia ingin pulang.

Isah masuk membawa beberapa kotak susu uht rasa coklat. Ninit membujuknya, tapi Ratih tetap menolak. Pemandangan darah, air keruh dan bau, serta gumpalan cacing dan belatung yang menggeliat masih menghantui pikirannya. Dengan lembut penuh kasih, Ninit memohon untuk mencoba.

“Kamu boleh membuangnya, sayang.”

Akhirnya Ratih mau mencobanya. Setelah Isah membacakan ayat-ayat al-Quran, susu diminum dengan selamat. Semua senang. Ratih minta lagi, sungguh harus disyukuri, dia bisa menghabiskan tiga kemasan. Isah memberikan segelas air kemasan. Ratih memandangnya, lalu mencoba menyedotnya, ternyata tidak berubah. Ninit dan Isah merasa lega.

“Mah, aku ngantuk.”

“Tidurlah, Sayang. Mamah di sini menunggumu.”

Beberapa saat setelah Ratih tertidur, Barman menyusul masuk kamar. Dia bilang sudah memberitahu Rangga. Barman juga menjelaskan secara garis besar keadaan Ratih dan Toni.

“Aku khawatir dengan keadaan Toni. Sampai sekarang Mpek Cong belum ada kabar. HP-nya juga tidak bisa dihubungi.”

“Coba lagi, Pah. Mungkin tadi Mpek Cong lagi bersemedi mencari keberadaan Toni.”

Barman segera mengambil HP di saku celana untuk menghubungi Mpek An Cong. “Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi,” gumam Barman kepada dirinya sendiri saat panggilan tersambung.

“Ada apa, Barman?” suara Mpek An Cong terdengar dari seberang sana, tegas dan serius.

“Ratih dalam bahaya besar, Mpek! Barusan dia pingsan, dan semuanya semakin tidak masuk akal. Kami butuh bantuanmu sekarang juga. Apa Toni masih belum ditemukan? Erlika… Mpek, dia pasti di balik semua ini!” Barman hampir tak bisa menahan kekhawatirannya.

Mpek An Cong terdiam sejenak. “Aku sedang dalam proses mencari Toni. Dia sudah terperangkap sangat dalam oleh kekuatan gelap itu, dan aku berusaha memutuskan kendali gaib. Tetapi sepertinya dukun jahat yang dibayar perempuan itu semakin meningkatkan guna-gunanya. Aku akan datang ke rumahmu secepat mungkin, tetapi kalian harus kuat. Jangan biarkan Ratih sendirian.”

Hari menjelang senja, panas mentari sudah tidak terasa panas. Terdengar ketukan pintu. Barman dan istrinya buru-buru menyelesaikan doanya, mereka baru saja selesai salat Asar berjamaah. Barman membuka pintu kamar lalu keluar. Ratih terbangun, lalu bangkit duduk. “Mah, Ratih kok nggak dibangunin.”

“Kamu nyenyak sekali, Sayang. Mamah baru mau bangunin kamu untuk salat Asar,” jawab Ninit sambil mengemasi sajadah dan mukenanya. Ratih mengambil air minum di nakas membuat hati Ninit mencelos, ternyata Ratih meminumnya dengan tenang sampai habis, seperti sebelumnya. Seketika hatinya seperti diguyur air es, sejuk melegakan.

Sementara itu, di ruang tamu, Barman menyambut kedatangan besan. Rangga dan Arum menyadari suasana ketegangan di rumah itu, namun berusaha menyembunyikan kekhawatirannya.

“Apakah semuanya baik-baik saja?” tanya Rangga dengan nada basa-basi sambil menjabat tangan Barman.

Di kamarnya, setelah merasa segar, Ratih berlalu menuju lamar mandi untuk wudhu. Begitu membuka pintu, Ratih melihat seekor ular hitam legam, panjang dan licin, meliuk cepat keluar dari lubang angin kamar mandi. Matanya merah menyala, seolah menyimpan niat jahat. Ular itu mendesis, suaranya tajam terdengar menusuk hingga ke tulang, menciptakan ketakutan yang tak tertahankan di dalam diri Ratih. Secepat kilat ular hitam itu meluncur ke arahnya. Ratih menjerit sekuatnya.

Penulis menerbitkan buku novel Tri Logi Raden Arya di Penerbit Stiletto dengan Judul : Logi 1 - Vila di Atas Bukit, Logi 2 - Andre, Logi 3 - Reunion. 3 cerbung di KBM APP dengan judul : (1) Pesan dari Masa Lampau -TAMAT, (2) Kala Cinta Berkhianat - TAMAT, (3) Elegi Kehidupan - OTW