Novel: Loving You (Part 28)

Novel: Loving You (Part 2)
Novel: Loving You (Part 2)

Cerita sebelumnya.


Novel: Loving You (Part 28)

Hubungan antara Faik dan Fadli tidak kunjung membaik seiring berjalannya waktu. Mereka memang tidak pernah bertengkar hebat. Namun sepertinya, pertengkaran hebat akan lebih baik jika pada akhirnya bisa menyelesaikan masalah di antara mereka daripada keheningan yang ada saat ini.

Pasangan suami istri itu hampir tidak pernah bertemu lagi. Fadli selalu berangkat pagi-pagi sekali. Ia beralasan bahwa kemacetan ibukota semakin parah. Ia tidak ingin mengambil risiko untuk terlambat sampai di kantornya. Hal yang terjadi sebenarnya adalah ia yang berusaha untuk menghindari Faik.

Ia masih cinta setengah mati dengan istrinya itu. Ia tidak yakin bisa menahan dirinya untuk mencumbu istrinya bila ia melihatnya. Selain itu, ia juga tidak yakin bisa menahan diri bila istrinya itu mengajaknya untuk mempertimbangkan lagi keputusannya yang terlalu mengejar karirnya di kantor.

Selama ini ia sudah berusaha keras untuk selalu mengingatkan dirinya akan perlunya pengorbanannya ini. Faik tidak yakin jika dirinya bisa terus mempertahankan pendapatnya jika ia terus berdiskusi dengan istrinya. 

Fadli sangat sadar bahwa istrinya itu sangat pintar. Istrinya itu selalu bisa memilih kata dengan baik untuk membuat orang lain mengikuti kemauannya. Biasanya, Fadli sebenarnya selalu tidak keberatan untuk menuruti keinginan istrinya. 

Namun, kali ini, ia tidak bisa menurut begitu saja. Ia harus bisa bertahan untuk tidak menuruti istrinya kali ini saja. Sewaktu di kantor, Fadli sempat mendengar rekan-rekan kerjanya yang saling berkeluh kesah dengan mahalnya biaya pendidikan anak-anak mereka.

“Apa jadinya keluargaku kalau aku menurut saja pada istriku untuk tidak terlalu mengejar karir seperti ini? Dengan apa aku bisa membayar semua kebutuhan keluargaku?” katanya pada diri sendiri setelah ia sampai di ruangannya setelah dengan tidak sengaja mendengar keluhan-keluhan rekan kerjanya saat makan siang.

Kerja kerasnya yang tidak ada henti-hentinya itu akhirnya membuahkan hasil juga. Fadli diangkat menjadi manajer yang mengurusi seluruh operasional perusahaan untuk bagian Indonesia Timur. 

Posisi ini sebenarnya menguntungkannya karena ia tidak perlu ditugaskan ke luar kota sesering dulu. Kebanyakan tugas luar kota itu akan diambil alih oleh bawahannya. Ia hanya perlu menunggu laporan dari para bawahannya sambil sesekali meninjau langsung operasional perusahaan di lingkup yang dipimpinnya.

Ia jadi juga memiliki ruangannya sendiri setelah sebelumnya ia harus bekerja di ruangan dengan beberapa orang rekannya. Selain itu, gaji dan berbagai fasilitas yang ia terima juga bertambah. 

Fadli sangat puas dengan pencapaiannya. Menurut perhitungannya, ia sudah tidak perlu pusing memikirkan biaya pendidikan anaknya atau biaya-biaya lainnya dengan gajinya yang sekarang. 

Ia juga berpikir bahwa dengan gajinya sekarang, istrinya tidak perlu pusing lagi memikirkan bagaimana mengalokasikan uang untuk segala kebutuhan mereka. Walaupun begitu, Fadli tidak meminta istrinya untuk berhenti bekerja karena istrinya itu sudah mengatakan bahwa tujuannya bekerja adalah untuk aktualisasi diri. 

Semua fasilitas dan keuntungan yang didapat Fadli tentunya harus dibayar dengan sangat mahal olehnya. Ia semakin menjauh dari istri dan anaknya. Ia benar-benar menjadi seperti ayahnya dulu yang sangat jarang menampakkan dirinya.

Fadli merutuki dirinya sendiri yang sudah berubah seperti orang yang sangat ia benci dulu. Walaupun begitu, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak berselingkuh seperti ayahnya dulu. 

Ia menghibur dirinya sendiri dengan tekadnya untuk tidak berselingkuh itu. Ia beranggapan dengan begitu, ia masih lebih baik dari ayahnya. Selain itu, ia juga masih rajin bertukar kabar dengan istrinya walaupun hanya melalui pesan instan ataupun surat elektronik.

Dengan cara itu pula, ia masih bisa mengikuti perkembangan buah hatinya. Istrinya yang baik itu selalu rajin mengiriminya berbagai macam foto dan video Ihsan. Fadli jadi tahu saat pertama kali Ihsan berhasil merangkak maju dan duduk sendiri. Ia juga menjadi lebih bersemangat saat melihat anaknya itu belajar berdiri dan mulai berjalan sambil berpegangan walaupun hanya satu atau dua langkah saja sebelum ia terjatuh lagi.

“Ihsan terus berusaha dan pantang menyerah walaupun ia terjatuh berkali-kali. Faik juga selalu berusaha dan berjuang. Semua orang berjuang dengan segala daya dan upaya yang dimilikinya untuk bisa menjadi lebih baik. Aku tidak boleh kalah dan membiarkan diriku tertinggal sendirian. Aku juga harus berjuang. Semua orang pasti mengalami penderitaan saat mereka berjuang, bukan? Namun, itu tidak membuat mereka berhenti berjuang karena tidak akan ada pemenang yang menyerah di tengah jalan. Menyerah berarti kalah. Pertahankan performamu, Fadli!” kata Fadli untuk menyemangati dirinya sendiri malam itu.

Ia sebenarnya ingin menyerah dan pulang saja serta membiarkan pekerjaannya menunggunya esok. Namun, ia sekali lagi berhasil meyakinkan dirinya untuk bertahan.

***

Hari demi hari berlalu begitu saja. Sebentar lagi Ihsan akan merayakan ulang tahunnya yang pertama.