Aku kembali merenungkan nasihat-nasihat guru mengajiku itu.
“Jauh sebelum kesulitan dalam rumah tanggamu muncul, Allah telah menyiapkan jalan keluarnya. Dia hanya memintamu untuk bersabar. Kenapa harus Bayu? Ia tidak datang tiba-tiba dan berkenalan dengan Mbak Amira, Allah yang mengantarkannya. Allah memilihkan Mas Bayu karena ia tak akan mundur sedikit pun walau tahu bagaimana watak Mbak.” Ustazah Maryam tersenyum lembut.
“Jadi, semua memang harus dibicarakan baik-baik, Mbak. Kalau pun ada sifat Mas Bayu yang tidak bisa diterima, minta tolong sama Allah, bukan marah, merendahkan atau bahkan minta berpisah.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Aku termenung dan menyadari kalau semua yang Ustazah Maryam katakan itu benar. Cintaku pada Mas Bayu bukan cinta yang salah, hanya ketidakmampuan kami yang membuatnya seolah menjadi bermasalah. Sambil melamun, aku mengingat semua sikap Mas Bayu selama kami menikah dan bagaimana ia menolak untuk menceraikanku. Aku membuka mata mencari keberadaan Mas Bayu. Ia tidak berada di kamar. Perlahan aku bangun dan berjalan menuju dapur. Benar dugaanku, lelaki terkasih itu sedang menyiapkan teh hangat dan kudapan.
Hatiku terenyuh. Bahkan sehabis aku marah dan membentaknya, ia masih dengan sabar mau melayaniku. Ada rasa hangat mengalir di dada. Apa yang telah kulakukan? Aku berdosa telah menyakitinya, menyimpan kecewa demikian lama tanpa melihat sedikit pun kebaikan Mas Bayu. Semua tertutup oleh rasa marahku yang terpendam. Aku merasa menjadi istri yang sangat egois.
Apakah ia mau memaafkanku? Memaafkan salahku yang telah sempat membiarkan hati berpaling sejenak darinya? Tuhan, tiba-tiba aku merasa takut kehilangannya. Aku takut ia ternyata tidak bisa memaafkanku. Tanpa kusadari, air mata kembali menetes di pipiku. Perlahan aku berbalik dan kembali ke kamar. Aku harus siap apa pun keputusan Mas Bayu. Toh, memang aku yang bersalah dan memintanya untuk menceraikanku.
Sanggupkah aku kalau ternyata Mas Bayu mengabulkan keinginan untuk berpisah? Sudah siapkah aku untuk hidup sendiri dan menyandang predikat janda? Kami memang belum dikaruniai anak, jadi tidak masalah kalau harus bercerai. Aku mulai membayangkan hidup tanpa Mas Bayu. Kalau soal mata pencaharian, insyaallah, aku bisa kembali bekerja. Namun, apa yang harus kukatakan pada Ibu dan kedua adikku kenapa kami sampai berpisah? Apa kata keluarga besar kami? Mas Bayu juga bukan tipe suami yang suka selingkuh. Ia sangat menjaga pandangan dan menghargai perempuan.
Pertanyaan-pertanyaan itu membuatku tersentak dan sadar. Ternyata, berpisah itu tidak semudah yang kubayangkan. Selama ini aku hanya memikirkan lepas dari Mas Bayu, lepas dari segala tekanan batin yang semakin hari semakin berat. Aku hanya ingin merasakan bahagia, merasa bebas, tapi tidak memikirkan apakah aku akan bahagia setelah menikah? Apakah masalah akan hilang?
-bersambung-
Ikuti novel terkini dari Redaksiku di Google News atau WhatsApp Channel
Halaman : 1 2