CERPEN: Kembar Identik

- Penulis

Rabu, 12 Juni 2024 - 17:52 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sumber: Canva

Sumber: Canva

“Kamu ini, Karen! Sejak kapan kamu kalau dikasih tahu melawan terus begini, hah? Dulu kamu nggak kayak gini. Sejak pacaran sama jamet itu kamu jadi nggak keruan. Sekarang pakai mau tinggal serumah sama dia. Heh! Dia itu pengangguran, Karen. Kamu itu biar freelance, tapi punya kerjaan. Kamu punya penghasilan. Masa iya kamu menghidupi laki yang nggak jelas gitu? Mama nggak mau tahu. Pokoknya kamu harus putusin dia dan balik ke rumah ini. Selesaikan kuliahmu dan kerja yang benar.”

Omelan Mama panjang sekali. Orang yang diomeli itu bukannya tertunduk takut, tapi malah memasang wajah tersenyum sinis yang menjengkelkan

“Terserah apa pendapat Mama. Aku sudah muak sama Mama. Nggak butuh aku sama semua nasihat murahan Mama. Simpan aja semua nasihat itu buat Nina. Muak aku, Ma!”

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Karen berdiri, lalu berlari ke kamar. Dihempaskannya pintu dengan keras sampai Mama ikut beristigfar dengan keras, antara menenangkan diri yang sudah amat sangat marah dan terkejut.

Karen mengambil koper besar yang telah dia siapkan. Dia menyeret koper itu dengan susah payah. Mama menjerit penuh emosi, meledakkan semua kemarahan dalam nada tinggi yang memekakkan telinga. Mama memanggil Papa yang sedang tidak ada di rumah. 

Namun, Karen sudah melewati ambang pintu rumah besar itu, membuka pintu mobil taksi online yang telah menunggu. Sopirnya yang agak ketakutan melihat Karen dengan tatapan bingung.

“Jalan, Pak!” kata Karen dengan tegas, tak ingin ditanya-tanya lagi.

Dari jendela belakang mobil itu Karen melihat Mama yang berlari menyusul ke luar, mengejar anak gadis kesayangannya yang secara resmi hengkang dari rumah. 

Bisa kubayangkan bagaimana sakit hatinya Mama kehilangan anak itu. Mungkin saja, Mama menghabiskan waktu semalaman ini untuk menjerit-jerit menangisi kepergian Karen.

Salah sendiri!

Mama terlalu memanjakan Karen. Sebenarnya ku dan Karen terlahir kembar dan sangat sama persis. Tak ada yang berbeda di antara kami selain sifat dan perlakuan Mama. 

Sekalipun kembar, tapi Karen jauh lebih aktif daripada aku. Mama sering menyombong pada semua orang yang ia temui dan mau mendengarkan cerocosannya kalau sejak di dalam perut, aku jauh lebih pendiam. Sampai lahir pun aku tak banyak menangis. Hingga saat sudah menjadi anak-anak, aku tak pernah menunjukkan pada siapa pun kalau aku ada.

Baca Juga:  CERPEN: Bagian Apes (Terinspirasi dari Kisah Nyata)

Bukan salahku kalau aku terlahir sebagai anak yang luar biasa pemalu. Bukan salahku juga kalau rasa minderku jadi berlipat ganda karena Mama selalu mendorong Karen untuk maju dan menghalangiku. Kata Mama sebaiknya aku duduk saja dan melihat Karen memenangkan segala macam piala dan menjadi bintang panggung segala macam pertunjukan. 

Bukan salahku kalau Karen bisa melakukan segalanya dan mendapatkan perhatian Mama untuk menjuarai apa saja. Aku hanya anak biasa yang sama dengan anak-anak lain di sekitar rumah. Aku lebih suka bermain sepeda sendirian di taman kompleks daripada berlatih balet, nyanyi, melukis, atau hal lain yang indah-indah. 

Aku juga tidak minta terlahir dengan kemampuan sedangkal ini.

Benar. Memang bukan aku yang salah telah terlahir dengan keadaan seperti ini. Bukan aku juga yang salah kalau akhirnya aku mencapai titik muak dibanding-bandingkan dengan kakak kembarku itu.

Malam itu, saat Karen memaksa tinggal di kamar indekosku setelah ribut dengan pacarnya, kuhabisi saja dia. Kupotong dengan rapi tubuhnya dan kusimpan dalam plastik besar yang biasanya kugunakan untuk membawa pulang sampel tanah yang akan kujadikan bahan percobaan di kampus. 

Keesokan harinya, aku menyamar menjadi dia, pulang ke rumah Mama dan tak ada yang tahu. Aku melakukan semua kebiasaan Karen dan membuat ulah atas nama Karen. Tak satu pun orang di rumahku yang tahu. Tak satu pun orang yang berpikir kalau mungkin saja aku yang menjadi Karen dan melakukan semua kekacauan di rumah. Memang, sejak lama mereka tak pernah mengharapkanku. Hanya Karen. 

Mata mereka semua sudah tertutup pesona Karen yang sebenarnya sangat sama denganku.

Lihat saja, Mama masih menangisi kepergian Karen, bukan?

Mama tak tahu sama sekali kalau Karen sudah aman di dalam tanah dalam kantong-kantong plastik bening yang steril. Kami memang sangat sulit untuk dibedakan.

***

Lihat cerpen dari Honey Dee lainnya di sini.

 

Follow WhatsApp Channel www.redaksiku.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

CERPEN: Kembali dalam Pelukan Hangat
CERPEN: Bagian Apes (Terinspirasi dari Kisah Nyata)
Cerpen : Rahasia Gladys – Eunike Hanny
Cerpen : Di Balik Pintu – Eunike Hanny
Cerpen : Rumah Nomor 19 – Eunike Hanny
Cerpen: Terjebak – Eunike Hanny
Cerpen: Tragedi – Eunike Hanny
Cerpen: Upah Dosa – Eunike Hanny

Berita Terkait

Sabtu, 13 Juli 2024 - 12:28 WIB

CERPEN: Kembali dalam Pelukan Hangat

Rabu, 3 Juli 2024 - 07:06 WIB

CERPEN: Bagian Apes (Terinspirasi dari Kisah Nyata)

Senin, 1 Juli 2024 - 13:07 WIB

Cerpen : Rahasia Gladys – Eunike Hanny

Senin, 1 Juli 2024 - 13:05 WIB

Cerpen : Di Balik Pintu – Eunike Hanny

Senin, 1 Juli 2024 - 13:03 WIB

Cerpen : Rumah Nomor 19 – Eunike Hanny

Berita Terbaru

Source: Kampus Pedia

Viral

Cara Dapat Saldo DANA Gratis Hingga Rp200 Ribu di 2025!

Selasa, 18 Feb 2025 - 16:00 WIB