“Minum susu aja Bun, sama makan buah.”
“Susu panas, ya?” tawar Arum. Rangga hanya mengangguk.
Arum ke dapur menyuruh Simbok mengupas dan memotong dua buah mangga arumanis, lalu menyuruh Simbok dan suaminya makan. Dia sendiri menyiapkan dua gelas susu panas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Malam itu, suasana rumah terasa mencekam. Lampu-lampu dinyalakan di setiap sudut, tapi suasananya suram, bayangan gelap terasa menggantung di sekeliling mereka. Ketika jam menunjukkan tepat tengah malam, tiba-tiba terdengar ledakan keras di atas kamar Ratih. Seluruh rumah bergetar, bau busuk yang sangat tajam menyebar dengan cepat memenuhi udara.
“Astagfirullah, Ini serangan!” seru Rangga sambil membekap hidung. “Mereka menyerang rumah ini … Ratih! Bunda, lindungi dia!”
Arum bergegas menuju kamar putrinya dengan sesal yang menggunung di dadanya. Dia telah meninggalkan putrinya sendirian di kamar. Rangga menyusul di belakangnya. Sementara Simbok dan Dakim, suaminya, yang duduk di sajadah, terus membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan suara keras dan gemetar. Keduanya tidak mampu berdiri.
Mpek An Cong yang berada di tempat lain merasakan getaran energi gelap dari kejauhan. Dia menyatukan nalar dan rasa, mempertajam penglihatan batin, melihat rumah keluarga Ratih sedang diserang oleh kekuatan dukun sakti yang membantu Erlika.
Rupanya Erlika tidak bisa menerima kekalahan sebelumnya. Dia langsung bergerak cepat terbakar oleh dendam kesumatnya, memakai jasa dukun yang lebih sakti dari sebelumnya. Mpek An Cong segera memutuskan, ini bukan lagi sekadar masalah cinta. Erlika telah melangkah terlalu jauh, dan jika tidak dihentikan, nyawa Ratih bisa melayang.
Saat itu di Solo, Pakde Narto dengan ketajaman pengamatan batinnya merasakan sesuatu yang sangat mendesak untuk segera berangkat ke Purwokerto. Tepat tengah malam, gelas minumnya pecah beberapa senti dari depan bibirnya. Dengan segera dia melaksanakan salat malam, lalu membangunkan sopir sekaligus saudara jauhnya, pak Kardi, yang juga mempunyai kemampuan olah batin yang tinggi. Pak De mengajaknya segera berangkat ke rumah Arum. Mereka berkendara dengan kecepatan penuh. Menjelang subuh, mereka sudah sampai.
Mobil Pakde Narto berhenti di ujung jalan menuju rumah keluarga Danusaputra. Keduanya lalu mengamati sekitar perumahan. Tampak sesuatu sedang mengitari tempat tinggal adik iparnya. Keduanya mesu budi untuk menajamkan penglihatan batin. Tampak kabut tipis kehitaman menyelubungi rumah, menlutup pagar gaib yang terkoyak. Hati Pakde mencelos.
“Kita harus segera kesana. Berjaga-jagalah dan pasang pelindung. Pagar gaib yang dipasang oleh keluarga besan sedikit terkoyak. Lawan kita ndak main-main, Di. Mereka mengincar nyawa!”
Setelah mengheningkan cipta membaca mantra-mantra, mobil bergerak menuju rumah. Baru saja bergerak, Pakde menyuruh berhenti. “Tahan dulu, Di. Kita tunggu azan subuh. Siapapun mereka, golongan hitam akan kabur mendengar azan!” mobil menepi menunggu kumandang azan.
Azan subuh berkumandang bersahutan dari segala penjuru. Yang paling keras, azan dari masjid yang letaknya berhadapan dengan pintu masuk komplek. Tirai tipis kehitaman yang melingkupi kediaman Danusaputra menyingkap perlahan semakin menipis, lalu lenyap entah kemana. Suasana mistis pun hilang. Mobil langsung bergerak. Beberapa pria berjalan cepat menuju masjid. Rangga keluar rumah saat mobil Pakde sampai di depan pagar. Rangga menunggu siapa yang keluar.
“Assalamualaikum, Kangmas. Katanya nanti siang baru tindak sini,” sapa Rangga sambil menyalami kakak ipar istrinya.
“Eh, pak Kardi, sugeng?” sapa Rangga sambil mengulurkan tangan.
“Pangestu Panjenengan,” jawabnya sambil menerima jabat tangan tuan rumah.
“Kangmas mau istirahat, atau subuhan dulu?”
“Ya subuhan dulu to, Dimas. Ayo Di, subuhan, biar dapat palilahe Gusti Allah.”
Ketiganya berjalan tergesa-gesa menuju masjid diikuti Dakim. Arum yang mendengar ada mobil berhenti, mengintip dari jendela. Dia melihat saudara iparnya bersama pak Kardi. “Lho Pakde, katanya nanti siang. Syukurlah kalau sudah datang. Matur nuwun Gusti, alhamdulillah,” gumamnya lirih. Setelah salat subuh, Arum langsung ke dapur menyiapkan sarapan dan minum panas untuk tamunya.
Ikuti novel terkini dari Redaksiku di Google News atau WhatsApp Channel