Novel : Hitam Putih Pernikahan (Bab 5)

IMG 20240813 WA0016 1

IMG 20240813 WA0016 1

 

“Masuk, Attala.” Gumilar membuka pintu ruang kerja. Ukuran ruang kerjanya tidak terlalu luas. Hanya kisaran tujuh meter kali sepuluh meter saja.

Baru saja Attala masuk tiga langkah, aroma kopi tercium begitu menenangkan. Gumilar memang pencinta kopi. Beraneka macam kopi bubuk lokal dan internasional berjajar rapi dalam toples yang disusun di rak yang tertempel di salah satu dinding ruang kerjanya. Masing-masing toples diberi label sesuai dengan jenis kopi yang disimpan di dalamnya.

Lima toples berjajar di rak paling atas. Di labelnya terbaca Kopi Gayo, Kopi Toraja, Kopi Kintamani, Kopi Wamena, dan Kopi Flores Bajawa. Sepertinya tiap pulau di Indonesia memiliki kopi khasnya masing-masing. Sementara di rak bawah terdapat tiga toples bertuliskan Kopi Tanzania Peaberry, Kopi Kona Hawaii, dan Kopi Nikaragua.

Sebuah meja marmer hitam diletakkan sejajar dengan rak susun tersebut. Di atasnya terdapat sebuah mesin pembuat kopi yang Attala tahu seharga lebih dari seratus dua puluh juta. Nouva Simonell Aurelia Wave 2V adalah mesin seduh kopi yang dilengkapi teknologi canggih sistem pemantauan kualitas air dan pengaturan suhu. Selain itu, fitur soft infusion system yang ditambahkan pada mesin ini mampu mengondisikan kopi sebelum ekstraksi dimulai, mengurangi kesalahan penyeduhan, dan memastikan ekstraksi yang lebih lembut dan rata.

Ruangan kerja Gumilar didominasi cat warna cream dan coklat muda untuk dindingnya. Satu set kursi dan meja kerja berserta komputer di atasnya berada di tengah ruangan. Di depan meja ada dua sofa yang panjangnya dua meter dan saling berhadapan serta meja yang diletakkan di tengah-tengah.

Rak buku ada di belakang meja kerja. Buku-buku berjejer dengan rapi didominasi buku bisnis dan manajemen. Sebagian lagi buku pengetahuan umum kontemporer, psikologi, dan agama.

“Attala, tolong tutup pintunya!” ujar Gumilar sambil duduk di sofa sebelah kiri.

Attala menutup pintu, lalu duduk di sofa sebelah kanan agar bisa berhadapan dengan papa mertuanya itu. Ia bisa menebak, papa mertua pasti akan membahas tentang kejadian semalam.

“Ruang kerja ini, tempat ternyaman bagi Papa ketika sedang bertengkar dengan Mama mertuamu.” Gumilar memulai pembicaraan. “Papa juga sering tidur di sini saat Papa dan Gayatri perang dingin. Makanya, Papa meletakkan kasur di sudut sana. ”

Gumilar menunjuk kasur dengan ukuran panjang dua meter dan lebar satu meter lengkap dengan bantal, guling, dan selimut. Ia tak pernah terpikir untuk pergi keluar rumah saat bertengkar. Karena ia takut, emosi membuatnya melakukan hal-hal negatif yang pasti akan menghancurkan rumahtangga yang sudah dibina selama 13 tahun. Ia lebih memilih mengurung diri di ruang kerja. Makanya fasilitas di sana, ia buat selengkap mungkin. Ada kulkas untuk menyimpan minuman, buah-buahan, dan makanan seperti cake, puding, dan lain-lain. Dispenser juga ada agar ia tidak bolak-balik mengambil air minum ke dapur.

“Kamu juga bisa menggunakan ruangan ini, sebelum pindah.” Gumilar memberi izin kepada menantunya itu.

“Terima kasih, Pa,” ucap Attala sambil tersenyum.

“Attala, apa kamu mencurangi seseorang atas kejadian malam tadi?” Gumilar langsung ke inti pembahasan.

“Hmm, enggak ada yang aku curigai, Pa.” Attala mengingat-ingat tamu undangan yang datang ke acara pernikahannya kemarin.

“Apa kamu pernah dekat dengan perempuan, sebelum bertemu dengan Kirei?” Gumilar mulai melayangkan pertanyaan yang lebih privasi.

“Selama di Korea, aku berusaha untuk menjaga jarak dengan perempuan. Papa tahu sendiri. Aku pulang ke Indonesia karena Mama mau mengenalkanku sama Kirei.” Attala menatap ke arah mata papa mertuanya itu. “Aku memang sedang merintis usahaku sendiri dan mulai meneruskan perusahaan milik Papaku setelah masa cuti selesai.”

Gumilar mendengarkan penjelasan Attala dengan seksama. Ia juga merasa, orang yang memberikan kado ular itu, bukan dari pihak menantunya itu. Apalagi, selama 10 tahun, Attala tinggal di Korea sambil melanjutkan studinya.

“Mungkin, ada perempuan yang suka sama kamu secara diam-diam. Perempuan zaman sekarang itu, ngeri Attala. Mereka bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan yang diinginkannya. Kirei adalah salah satu korban dari perempuan yang dibutakan oleh cinta. Sampai akhirnya, putri Papa satu-satunya itu phobia ular. Bahkan, mereka bisa berlindung di balik wajah polosnya. Dulu, Papa pernah dijebak juga di sebuah hotel. Beruntung, ada Kirei yang menyelamatkan Papa dari jebakan ular betina itu.” Gumilar teringat kejadian tiga tahun lalu.

Gumilar terpaksa harus mencari sekertaris baru karena Imelda memutuskan untuk resign dengan alasan ikut suaminya ke luar negeri. Ia pun melakukan seleksi karyawan. Ia tidak bisa menyeleksi karyawan seperti biasanya karena membutuhkan sekertaris secepatnya. Akhirnya, ia memilih Risya. Gadis single berambut panjang sebahu, bertubuh langsing dan tinggi serta memiliki pengalaman kerja selama dua tahun di perusahaan lain.

Perusahaan Gumilar mendapatkan proyek yang besar. Rekan kerjanya mengajak meeting di hotel bintang lima yang ada di Jakarta Pusat. Ia mengajak Risya untuk menemaninya meeting. Sedikit pun, ia tidak menyimpan rasa curiga sama sekali.