Pada awal Februari 2025, kabar mengenai kemungkinan kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) alias BPJS Kesehatan menjadi perbincangan hangat di masyarakat.
Hal ini menarik perhatian banyak pihak, terutama peserta yang merasa terimbas dampaknya.
Menanggapi hal ini, Komisi IX DPR RI berencana mengundang BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) untuk membahas keputusan apakah iuran JKN akan mengalami kenaikan atau tidak pada tahun 2025.
Rencana Rapat Komisi IX DPR RI dengan BPJS Kesehatan dan Kemenkes

Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene, mengungkapkan bahwa rapat tersebut merupakan langkah untuk membicarakan kondisi terkini terkait pembiayaan JKN, terutama mengenai isu kenaikan iuran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami sudah memiliki jadwal untuk mengundang pihak BPJS Kesehatan, Kemenkes, dan semua pihak terkait. Kami berharap rapat ini dapat segera terlaksana untuk memberikan keputusan yang tepat,” ujarnya dikutip pada Selasa, 4 Februari 2025.
Felly menekankan bahwa dalam keputusan yang diambil, pihaknya akan tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat, khususnya golongan yang tidak mampu.
Meskipun begitu, Felly juga mengajak masyarakat yang mampu untuk turut bertanggung jawab dalam menjalankan kewajiban mereka sebagai peserta JKN dengan membayar iuran secara rutin.
Felly menekankan pentingnya gotong royong dalam sistem JKN untuk memastikan seluruh lapisan masyarakat Indonesia dapat terlindungi secara adil.
“Kami mengajak masyarakat untuk sadar akan pentingnya membayar iuran JKN tepat waktu, terutama bagi mereka yang membayar sendiri,” tambahnya.
Gotong royong di sini bukan hanya berarti keterlibatan masyarakat yang mampu, tetapi juga memastikan bahwa mereka yang membutuhkan tetap dapat dilindungi oleh program ini.
Pernyataan tersebut mencerminkan upaya pemerintah dalam menjaga keberlanjutan program JKN.
Selama ini, sistem JKN telah memberikan jaminan kesehatan kepada lebih dari 260 juta warga Indonesia.
Namun, dengan meningkatnya jumlah peserta dan beban yang harus ditanggung, pemerintah memerlukan evaluasi menyeluruh terhadap pembiayaan program ini, salah satunya melalui penyesuaian iuran.
BPJS Kesehatan Launches Program New REHAB 2.0 untuk Peserta Tidak Aktif
Di sisi lain, BPJS Kesehatan juga sedang meluncurkan program terbaru mereka, New REHAB 2.0, yang bertujuan untuk menurunkan jumlah peserta yang tidak aktif.
Program ini menawarkan skema cicilan dan diskon bagi peserta yang menunggak agar mereka dapat melunasi kewajiban mereka dalam iuran.
Program ini menjadi salah satu upaya BPJS Kesehatan untuk mengurangi jumlah tunggakan yang cukup signifikan dalam sistem JKN.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengungkapkan bahwa jumlah peserta yang tidak aktif sebenarnya sudah menurun secara signifikan.
Namun, hingga Desember 2024, masih terdapat sekitar 28,85 juta jiwa peserta yang terdaftar sebagai tidak aktif, dengan nilai tunggakan mencapai Rp 21,48 triliun.
“Dari total tunggakan ini, sekitar 10,98 juta jiwa telah beralih ke segmen kepesertaan lainnya,” jelas Ali Ghufron. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat penurunan, masih banyak peserta yang memiliki tunggakan iuran yang cukup besar.
Selain itu, data dari BPJS Kesehatan mencatat bahwa lebih dari 1,7 juta jiwa peserta telah mengikuti program REHAB, dan sekitar 900 ribu peserta telah kembali aktif.
Program ini berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 1,69 triliun, yang digunakan untuk menutupi tunggakan dari peserta yang sudah kembali aktif. Dari jumlah tersebut, Rp 923,76 miliar telah diterima, sementara sisanya masih dalam proses angsuran.
Keberhasilan program ini penting, mengingat sistem JKN bergantung pada partisipasi aktif seluruh peserta untuk menjaga kelancaran pembiayaan.
Oleh karena itu, BPJS Kesehatan berharap masyarakat dapat memahami pentingnya kontribusi mereka dalam mendukung kelangsungan program yang memberikan manfaat bagi banyak orang.
Namun, munculnya wacana mengenai kemungkinan kenaikan iuran JKN memunculkan kekhawatiran di kalangan sebagian masyarakat, terutama mereka yang merasa kesulitan membayar iuran.
Oleh karena itu, rapat yang dijadwalkan oleh Komisi IX DPR RI dengan BPJS Kesehatan dan Kemenkes menjadi sangat krusial untuk membahas apakah kenaikan tersebut memang diperlukan atau masih bisa dihindari.
Salah satu alasan kenaikan iuran JKN yang dipertimbangkan adalah untuk mengatasi defisit pembiayaan yang dihadapi BPJS Kesehatan.
Seiring dengan bertambahnya jumlah peserta dan meningkatnya biaya pelayanan kesehatan, kenaikan iuran menjadi salah satu solusi yang diusulkan.
Namun, seperti yang disampaikan oleh Ketua Komisi IX, keputusan tersebut akan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat, khususnya mereka yang tidak mampu.
Sebagai penutup, baik pemerintah, BPJS Kesehatan, maupun masyarakat memiliki peran penting dalam keberlanjutan program JKN.
Masyarakat diharapkan dapat memahami pentingnya membayar iuran JKN tepat waktu untuk memastikan bahwa semua orang dapat mendapatkan akses kesehatan yang layak.
Halaman : 1 2 Selanjutnya