Pengalihan lahan di Batam yang melibatkan beberapa perusahaan lokal telah menimbulkan sorotan publik dan menjadi topik panas di kalangan pelaku usaha dan pemerintah.
Kasus ini bermula ketika perusahaan-perusahaan yang telah berinvestasi di Batam selama puluhan tahun tiba-tiba kehilangan hak kelola lahan mereka tanpa pemberitahuan atau kesempatan untuk memperpanjang izin mereka.
Salah satu yang paling mencolok adalah pengalihan lahan PT Danita Tasan Lestari ke PT Pasifik Istindo yang terkesan cepat dan tanpa pemberitahuan yang memadai.
Kronologi Dugaan Pengalihan Lahan yang Mencurigakan

Kasus ini bermula ketika PT Danita Tasan Lestari, yang sudah mengelola lahan di Batam selama lebih dari dua dekade, tiba-tiba kehilangan hak kelolanya tanpa adanya pemberitahuan atau opsi untuk memperpanjang izin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam waktu hanya 12 hari, lahan yang mereka kelola dipindahkan ke PT Pasifik Istindo, sebuah langkah yang sangat cepat dan menimbulkan kecurigaan banyak pihak.
Menurut beberapa laporan yang diterima, setidaknya ada tujuh perusahaan yang mengalami kasus serupa.
Perusahaan-perusahaan tersebut merasa dirugikan karena mereka telah berinvestasi dan mengelola lahan tersebut selama 20 hingga 30 tahun, namun dalam sekejap, lahan mereka beralih tangan tanpa adanya proses negosiasi atau dialog yang layak.
Ketergesaan dalam pengambilan keputusan ini menimbulkan kecurigaan bahwa proses administratif yang dilakukan oleh BP Batam tidak transparan dan mengabaikan hak-hak perusahaan yang sudah berkontribusi besar terhadap pembangunan daerah.
Tidak hanya itu, penghancuran beberapa fasilitas yang dimiliki oleh pengusaha lokal, termasuk hotel yang sudah berdiri puluhan tahun, semakin memperburuk suasana.
Pengusaha yang selama ini telah berinvestasi besar di Batam merasa sangat dirugikan oleh kebijakan yang dianggap tidak adil dan tanpa mempertimbangkan peran mereka dalam perekonomian lokal.
Keputusan-keputusan mendadak yang dibuat oleh BP Batam tanpa adanya proses konsultasi dan evaluasi yang lebih mendalam memperburuk ketidakpercayaan terhadap kebijakan pemerintah daerah.
Respon DPR RI
Menanggapi masalah yang berkembang, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Nurdin Halid, mengungkapkan keprihatinannya terhadap situasi yang dihadapi oleh pengusaha lokal di Batam.
Nurdin, dalam rapat yang digelar pada Selasa, 4 Februari 2025, menekankan bahwa pemerintah daerah, khususnya BP Batam, seharusnya lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait pengalihan lahan, terutama ketika menyangkut perusahaan-perusahaan lokal yang sudah lama beroperasi dan memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian daerah.
Menurut Nurdin, tindakan pengalihan lahan secara cepat tanpa memberikan kesempatan kepada pengusaha lokal untuk bernegosiasi atau mempertahankan hak kelola mereka adalah bentuk ketidakadilan yang seharusnya tidak terjadi.
“Ini bukan hanya satu atau dua perusahaan, tapi sudah banyak perusahaan lokal yang mengalami nasib serupa. Mereka telah berinvestasi sejak lama, membangun daerah, menciptakan lapangan pekerjaan, dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal. Namun, tiba-tiba keputusan dibuat tanpa mempertimbangkan sejarah dan peran mereka,” tegas Nurdin.
Selain itu, Nurdin juga menyampaikan pentingnya keberpihakan terhadap pengusaha lokal yang telah membangun daerah sejak awal.
Pengusaha lokal, yang menurut Nurdin memiliki pengalaman dan potensi yang sangat besar, seharusnya diberi kesempatan untuk memperpanjang izin dan mengelola lahan yang telah mereka kuasai selama bertahun-tahun.
Keputusan yang tergesa-gesa ini dinilai akan merugikan pengusaha dan menghambat pertumbuhan ekonomi Batam.
Komisi VI DPR RI Akan Memanggil BP Batam
Sebagai langkah konkret, Komisi VI DPR RI berencana untuk memanggil BP Batam dalam waktu dekat guna meminta klarifikasi terkait kebijakan pengalihan lahan yang disoroti oleh banyak pihak.
Nurdin Halid menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk memastikan adanya transparansi dalam setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah dan untuk memberikan keadilan bagi pengusaha lokal yang telah berkontribusi pada pembangunan daerah.
Komisi VI DPR RI juga berkomitmen untuk memastikan agar kebijakan BP Batam tidak mengarah pada monopoli atau ketimpangan dalam distribusi lahan.
“Kami akan terus memperjuangkan kepentingan rakyat, terutama pengusaha daerah yang telah berjasa membangun Batam. Keadilan harus ditegakkan, dan kami akan memastikan bahwa keputusan ini ditelusuri dengan transparan,” ungkap Nurdin.
Pihak DPR RI juga akan mengawasi dan mengevaluasi langkah-langkah yang akan diambil oleh BP Batam ke depan, serta mendorong adanya kebijakan yang lebih inklusif dan berpihak pada pengusaha lokal.
Nurdin menambahkan bahwa setiap keputusan yang diambil oleh BP Batam harus melalui proses yang jelas, adil, dan transparan agar tidak menimbulkan ketidakadilan yang merugikan pihak-pihak yang sudah lama berinvestasi di daerah tersebut
Halaman : 1 2 Selanjutnya