Beberapa kali mata terpejam Rere mengerjab belum membuka mata karena denyut di kepalanya. Tidak hanya itu, sekujur tubuh perempuan yang baru bangun tidur terasa remuk. Ada nyeri di bagian pribadi serta kakinya yang kebas. Bahkan tangannya seakan tidak punya tenaga untuk terangkat dan memijat pangkal hidung guna sedikit meredakan nyeri.
“ssttt …,” desis lolos dari mulutnya saat ia memijat dahi dan pangkal hidung. Perlahan matanya menyesuaikan dengan ruangan yang terang karena sinar lampu. Dia tidak tahu jam berapa sekarang, karena gorden jendela besar itu tidak membiarkan sinar menerobos masuk. Saat kesadarannya terkumpul, Rere tahu bahwa dia ada di kamar pengantinnya.
Dengan cepat mata Rere terbelalak saat ia memikirkan kemungkinan kondisinya. ia menoleh ke samping dan mendapati Dito, suaminya, tengkurap di dalam selimut yang sama dengannya. Sangat bisa dipastikan jika kondisi lelaki itu sama dengannya. Wajahnya langsung mengeras, sorot matanya tajam. Tanpa sedikit pun ragu, menarik selimut dengan gerakan cepat untuk menutupi tubuhnya lebih banyak.
“Bangun!” bentak Rere menggunakan seluruh tenaganya. Jika ruangan itu tidak kedap suara tentunya akan memekakan telinga orang yang di luar kamar. Sayangnya, lelaki yang semalam bersanding dengan Rere di pelaminan tersebut tidurnya tidak teraganggu sama sekali.
Tanpa merasa kasihan, Rere menjambak rambut lelaki yang berada di ranjang yang sama dengannya itu. Aksi yang berhasil memaksa Dito terbangun dari tidur pulas ya.
Dito yang dibangunkan dengan cara tidak biasa tentu saja tersadar dengan terkejut. Ia mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya menatap Rere. Wajahnya masih diliputi kebingungan. Bahkan ia masih belum sadar jika tubuhnya tanpa sehelai benang yang melekat.
Sebagaimana orang kerasukan, Rere langsung melayangkan tamparan yang sangat keras .“Brengsek!” umpat Rere. Selanjutnya ia memukul Dito berulang kali dengan menggunakan tangan kosong yang terkepal.
Pukulan yang membabi buta berusaha untuk Dito tangkap dan kunci dalam pelukannya. Tindakan yang membuat tubuh tanpa busana keduanya menempel. Rere berusaha melepaskan diri. “Apa yang terjadi, Re?” tanya Dito tanpa melepaskan Rere yang berusaha memberontak.
Rere berperingai tidak menyerah tetap berusaha melepaskan diri dari dekapan Dito. ia menyikut perut lelaki yang mengunci gerakannya tersebut . “Kamu tanya apa yang terjadi? Lihat keadaan kita!”
Dito pun menyadari kondisi keduanya. Ia pun sadar penyebab kemarahan istrinya. Sudah terjadi sesuatu yang seharusnya suami-istri lakukan pada malam pertamanya jika ini sebagaimana pernikahan pada umumnya. Ada kesepakatan yang membuat ikatan sakral berlangsung, namun Dito sudah jadi pihak yang melanggar.
Lelaki berstatus suami Rere itu memejamkan mata untuk mengelola emosi. Umpatan yang istrinya arahkan pada dirinya adalah benar. Dia lelaki brengsek karena mengambil kesempatan dari kondisi Rere yang tidak sadarkan diri. Tapi, itu tidak sepenuhnya kesalahan itu dilimpahkan pada dirinya.
Kelengahan Dito membuat Rere bisa lepas dari dekapan lelaki itu kemudian dia menarik bedcover untuk menutupi tubuhnya. Rere tidak bisa banyak menggerakkan kakinya yang kebas. Gerakan sebatas bergeser atau menyerang dengan organ tubuh bagian atas.
“Semalam, kenapa kamu tidur hanya menggunakan bath rope dan mengekspos tubuhmu. Itu semacam undangan, Re!”
“Maksudmu, aku akan bertingkah jalang!” manik mata Rere semakin membeliak ketika mengingat penyebab semalam ia tidak sadarkan diri. “Apa kamu yang menjebakku kan? Kamu kan yang memasukkan obat tidur itu?”
Kedua alis Dito bertaut mencoba memahami tragedi yang menimpa dirinya dan Rere. Semalam dia sudah mengendalikan hasrat untuk menyentuh istrinya. Sudah cukup lama dia mengendalikan gejolak di kamar mandi tapi ketika dia pikir masih bisa mengendalikan efek obat yang membakar gairahnya ternyata kalah ketika netra disuguhkan posisi Rere yang membangkitkan kelelakiannya.
“Aku bukan orang licik, Re!” Dito kemudian menangkap benang merahnya. Semalam, sebelum ia memasuki kamar pengantin, Guntur memberinya wine bersulang untuk pernikahannya. Bisa dipastikan ada campur tangan lelaki berstatus kakak Rere itu dalam alkolhol yang ia konsumsi. Termasuk yang membuat Rere tidak bangun saat pergumulannya.
“Kita sudah melanggar kesepakatan, perjanjian itu dilanggar. Kamu tahu apa artinya ini?” ucap Rere dengan seringai angkuh. “Kita cerai, sekarang!”
Rasa sakit kepala Dito semakin parah akibat kumulatif efek obat yang belum sepenuhnya reda, dirinya yang dibangunkan dengan paksa dan kini pernyataan konyol istrinya. Karena tahu tidak akan mudah mengubah keputusan perempuan yang dicintainya, lelaki itu langsung turun dari ranjang menuju kopor. Membongkar secara acak mencari boxer yang kemudian ia gunakan serampang.
Lelaki itu kembali ke ranjang dan menatap Rere dengan tatapan sorot tajam namun lembut. “Kamu tidak bisa begitu saja mengambil keputusan dalam keadaan seperti ini, Rere. Kita baru dua hari menikah. Ingat, kita punya kesepakatan dua tahun jika kamu belum kunjung menerima pernikahan ini, maka kamu boleh mengajukan cerai!”
Tinggalkan Komentar