Obat antibiotik adalah senyawa alami yang dihasilkan oleh mikroorganisme untuk tujuan membunuh dan mengendalikan pertumbuhan bakteri penyebab penyakit. Penggunaan antibiotik adalah hal yang serius dan harus dikelola dengan cermat.
Dokter selalu harus dikonsultasikan sebelum memutuskan penggunaan antibiotik. Konsultasi dokter adalah langkah yang penting karena dapat menentukan dosis yang tepat dan jumlah yang diperlukan agar antibiotik dapat berfungsi dengan efektif. Selain itu, konsultasi dokter juga dapat membantu menghindari efek samping yang mungkin timbul selama penggunaan antibiotik.

Di Indonesia, terdapat 26 jenis antibiotik yang digunakan dalam pengobatan. Setiap jenis antibiotik memiliki aturan minum dan informasi penggunaan yang berbeda. Beberapa antibiotik dapat diperoleh tanpa resep dokter, tetapi tetap dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakannya. Berikut beberapa jenis antibiotik yang umum digunakan di masyarakat:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
- Penisilin: Sebuah antibiotik yang masuk dalam kategori antibiotik berspektrum sempit. Penisilin hanya efektif melawan bakteri gram negatif.
- Streptomisin: Juga termasuk dalam antibiotik berspektrum sempit yang efektif melawan bakteri gram negatif.
- Neomisin: Sama seperti penisilin dan streptomisin, neomisin adalah antibiotik berspektrum sempit.
- Tetrasiklin dan derivatnya: Antibiotik ini termasuk dalam kategori berspektrum luas, yang berarti mereka efektif melawan bakteri gram positif dan gram negatif.
- Kloramfenikol: Antibiotik berspektrum luas yang digunakan untuk mengatasi berbagai jenis infeksi.
- Ampisilin: Termasuk dalam kategori berspektrum luas, ampisilin digunakan untuk mengatasi berbagai jenis infeksi bakteri.
- Sefalosporin: Antibiotik ini juga berspektrum luas dan sering digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri.
- Carbapenem: Sama seperti sefalosporin, carbapenem adalah antibiotik berspektrum luas yang efektif melawan berbagai jenis bakteri.
- Trimetoprim dan sulfonamid: Antibiotik ini mempengaruhi metabolisme folat dalam bakteri.
- Kuinolon dan nitrofurantoin: Antibiotik ini memengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat dalam bakteri.
Antibiotik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya. Beberapa mekanisme kerja antibiotik meliputi:
- Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri: Contoh antibiotik yang bekerja dengan cara ini adalah betalaktam, basitrasin, dan vankomisin.
- Memodifikasi atau menghambat sintesis protein: Beberapa antibiotik seperti kloramfenikol, aminoglikosida, makrolida, tetrasiklin, klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin mempengaruhi sintesis protein dalam bakteri.
- Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat: Trimetoprim dan sulfonamid adalah contoh antibiotik yang bekerja dengan cara ini.
- Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat: Kuinolon dan nitrofurantoin adalah antibiotik yang memengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat dalam bakteri.
Penggunaan antibiotik memiliki berbagai peruntukkan, antara lain:
- Terapi Empiris: Terapi awal yang diberikan pada pasien ketika jenis bakteri dan infeksi belum diketahui. Antibiotik yang digunakan biasanya berspektrum luas. Setelah jenis bakteri dan infeksinya diketahui, terapi empiris dapat diganti dengan terapi definitif.
- Terapi Definitif: Terapi dengan antibiotik yang dipilih berdasarkan etiologi penyebab infeksi. Antibiotik yang digunakan biasanya berspektrum sempit dan spesifik terhadap bakteri penyebab infeksi.
- Profilaksis: Antibiotik profilaksis diberikan sebelum tindakan pembedahan untuk mengurangi risiko infeksi akibat prosedur pembedahan.
Cara kerja antibiotik dapat berbeda-beda. Beberapa antibiotik bekerja dengan cara mematikan bakteri, sementara yang lain menghambat pertumbuhan bakteri. Beberapa antibiotik bersifat bakterisida, yang berarti mereka membunuh bakteri, seperti aminoglikosida, sefalosporin, dan polimiksin. Sedangkan yang lain bersifat bakteriostatik, yang berarti mereka menghentikan pertumbuhan bakteri tanpa membunuhnya, seperti sulfonamida, tetrasiklin, dan kloramfenikol.
Penggunaan antibiotik tidak selalu bebas dari efek samping. Beberapa efek samping antibiotik termasuk efek toksik, alergi, atau efek biologis. Efek hepatotoksik dan hematotoksik dapat terjadi pada penggunaan antibiotik tertentu, seperti rifampicin, cotrimoxazole, dan isoniazid. Antibiotik seperti chloramphenicol dapat menyebabkan anemia aplastik, yang dapat menjadi kondisi yang serius jika tidak segera ditangani.
Selain itu, antibiotik juga dapat menyebabkan reaksi alergi, ruam, dan urtikaria. Penggunaan antibiotik juga dapat mengganggu keseimbangan flora normal di kulit dan selaput lendir tubuh. Oleh karena itu, penting untuk selalu berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakan antibiotik dan mengikuti aturan minum yang telah ditentukan untuk menghindari efek samping yang mungkin terjadi.
Halaman : 1 2 Selanjutnya