Kasus dugaan aborsi yang melibatkan seorang anggota Polda Aceh, Ipda YF, telah menimbulkan kecaman publik.
Hal ini terungkap setelah seorang wanita yang mengaku pacarnya, VF, melaporkan bahwa dirinya dipaksa untuk melakukan aborsi.
Peristiwa tersebut terjadi ketika Ipda YF masih berstatus sebagai siswa di Akademi Kepolisian, yang memunculkan berbagai pertanyaan tentang etika dan prosedur yang seharusnya dijalani oleh anggota Polri, khususnya yang masih dalam masa pendidikan.
Kasus ini akhirnya menjadi perhatian serius baik dari masyarakat maupun kalangan legislatif, yang menuntut proses hukum yang tegas dan transparan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pengakuan Korban yang Mengaku Pacar Ipda YF

Menurut pengakuan VF, dirinya hamil akibat hubungan dengan Ipda YF, yang kemudian memaksanya untuk menggugurkan kandungannya.
Aborsi tersebut diduga dilakukan tanpa prosedur medis yang benar dan sah.
Kejadian ini akhirnya menjadi viral setelah laporan tersebut menyebar di media sosial, menarik perhatian publik dan pihak berwenang, terutama Polda Aceh.
Meski demikian, hingga saat ini, penjelasan dari pihak kepolisian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Kabid Propam Polda Aceh, Eddwi Kurniyanto, terkait dugaan tersebut masih dianggap kurang memadai dan terbuka untuk pertanyaan lebih lanjut.
DPR Desak Proses Hukum yang Jelas
Anggota Komisi III DPR RI, Mangihut Sinaga, dengan tegas menanggapi kasus ini dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Kepala Polda Aceh dan Gubernur Akademi Kepolisian di Gedung DPR RI pada Kamis (6/2/2025).
Mangihut mengkritik keras penjelasan yang diberikan oleh Kabid Propam Polda Aceh yang dianggapnya masih sangat sumir.
Menurutnya, pihak Propam tidak menjelaskan dengan rinci mengenai fakta-fakta yang mendalam tentang kasus ini dan malah terkesan terburu-buru ingin menyelesaikan kasus ini dengan cara mitigasi perdamaian.
“Saya kira Pak Kabid Propam, apa yang disampaikan tadi, pemeriksaan ini belum terungkap secara menyeluruh. Kalau memang betul terjadi aborsi, itu merupakan tindak pidana yang harus diproses dan dihukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Mangihut dengan tegas.
Mangihut mengingatkan bahwa jika aborsi tersebut benar terjadi, maka itu adalah tindak pidana yang sangat serius dan tidak bisa dianggap enteng.
Dirinya menegaskan bahwa aborsi, apalagi dilakukan tanpa alasan medis yang jelas, berpotensi merupakan tindak pidana pembunuhan.
Oleh karena itu, ia mendesak agar kasus ini diusut dengan serius dan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku, tanpa adanya upaya penyelesaian yang ringan atau mitigasi perdamaian.
Sebab, tindakan tersebut bisa mencemarkan citra Polri jika tidak ditangani secara transparan dan tegas.
Tanggapan Lebih Lanjut Mengenai Peran YF dalam Kasus Ini
Selain itu, Mangihut juga menyoroti status Ipda YF yang masih berstatus sebagai siswa di Akademi Kepolisian.
Ia mempertanyakan apakah tindakan yang dilakukan oleh seorang siswa Polri tersebut—yang diduga terlibat dalam hubungan seksual di luar batas pendidikan—seharusnya dibenarkan.
Mangihut menegaskan bahwa seorang siswa di Akademi Kepolisian seharusnya tidak boleh terlibat dalam tindakan yang melanggar aturan etika dan disiplin yang berlaku, apalagi hingga menyebabkan kejadian serius seperti ini.
Mangihut menambahkan, “Tolong mungkin Pak Gubernur, apakah seorang siswa yang masih tingkat III diberikan satu kesempatan atau boleh pacaran langsung juga menyetubuhi orang segala macam. Padahal dia masih terikat dengan satu proses pendidikan.”
Terkait dengan hal ini, Mangihut mendesak agar tindakan tegas diambil terhadap Ipda YF jika terbukti melanggar kode etik dan aturan Polri.
Ia juga menegaskan pentingnya untuk memastikan bahwa tindakan serupa tidak terjadi di masa depan, terutama di kalangan siswa yang tengah menempuh pendidikan di Akademi Kepolisian.
DPR Desak Polda Aceh Usut Tuntas Kasus Ini
Dalam rapat tersebut, Mangihut juga menekankan bahwa Polda Aceh harus segera menuntaskan proses penyidikan secara adil dan transparan, dengan memberikan hukuman yang setimpal jika terbukti melakukan pelanggaran hukum.
Ia berharap agar tidak ada lagi siswa yang terlibat dalam tindakan yang merugikan diri sendiri, institusi, dan masyarakat.
Mangihut bahkan mengatakan bahwa jika terbukti bersalah, tindakan Ipda YF mencemarkan citra Polri dan bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
“Ini dampaknya bisa besar, Pak Gubernur. Oleh karena itu, ini harus tuntas dan dihukum yang setegas-tegasnya kepada YF ini jika memang melanggar kode etik,” ujarnya.
Kasus dugaan aborsi ini menyisakan banyak pertanyaan mengenai prosedur yang berlaku di Akademi Kepolisian dan seberapa besar pengawasan terhadap perilaku siswa.
Jika terbukti adanya pelanggaran berat, ini bisa menjadi preseden buruk bagi Polri dan memberikan gambaran yang buruk bagi calon-calon anggota kepolisian di masa depan. (*)
Ikuti berita terkini dari Redaksiku di Google News atau Whatsapp Channels