Belum lama ini, seorang siswa Sekolah Polisi Negara Polda Jawa Barat (SPN Polda Jabar), Valyano Boni Raphael, secara mengejutkan diberhentikan menjelang pelantikannya sebagai anggota Polri.
Keputusan pemberhentian ini mencuatkan berbagai reaksi, termasuk keprihatinan dari berbagai pihak, salah satunya adalah Anggota Komisi III DPR RI, Widya Pratiwi.
Pemberhentian Valyano dari SPN Polda Jabar ini berawal dari tuduhan bahwa ia tidak memenuhi persyaratan terkait kehadiran dan masalah terkait status mental kepribadiannya.
Kasus Pemberhentian Valyano, siswa Bintara di SPN Polda Jabar

Valyano, yang merupakan siswa Bintara di SPN Polda Jabar, sebelumnya memiliki harapan besar untuk menjadi seorang polisi, yang tentu saja juga merupakan impian bagi ibunya, Veronika.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, sebelum ia dilantik pada H-6, ia dikeluarkan dari SPN Polda Jabar.
Keputusan ini memunculkan berbagai spekulasi dan pertanyaan mengenai alasan dibalik pemberhentiannya, terutama ketika Veronika, ibunya, mengungkapkan bahwa anaknya juga pernah mengalami penganiayaan oleh seniornya di lingkungan sekolah.
Valyano dikeluarkan dari SPN Polda Jabar pada 3 Desember 2024, tepatnya enam hari sebelum ia seharusnya dilantik sebagai anggota Polri.
Ibu Valyano, Veronika, mengungkapkan rasa kecewa dan kesedihannya terkait keputusan ini.
Menurut Veronika, anaknya tidak hanya dihadapkan pada pemberhentian secara sepihak, tetapi juga mengalami perlakuan buruk di lingkungan pendidikan, seperti penganiayaan oleh seniornya.
Alasan Pemberhentian Valyano dari SPN Pola Jabar
Kepala Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Jabar, Kombes Dede Yudi Ferdiansyah, menjelaskan bahwa Valyano dikeluarkan karena dua alasan utama.
Pertama, ia tidak mengikuti jam pelajaran (JP) yang telah ditetapkan. Menurut Dede, Valyano tercatat tidak mengikuti 132 jam pelajaran (12% dari total jam pelajaran yang ditetapkan) dan 100 jam pelajaran untuk kegiatan lapangan (8%).
Jumlah total ketidakhadiran mencapai 223 jam pelajaran atau sekitar 19,33% dari keseluruhan kegiatan pendidikan yang harus diikuti oleh peserta didik.
Kedua, Dede menjelaskan bahwa Valyano memiliki catatan negatif terkait aspek mental dan kepribadian.
Dalam proses seleksi, Valyano diketahui pernah mengikuti pendidikan Kodiklat TNI AL pada tahun 2023.
Namun, ia dikeluarkan dari pendidikan tersebut karena terindikasi memiliki masalah kesehatan jiwa.
Dede juga menyebutkan bahwa Valyano tidak mengungkapkan secara jujur tentang pengalamannya mengikuti pendidikan militer tersebut ketika dilakukan pemeriksaan terkait aspek mental kepribadian.
Tanggapan Anggota DPR RI Widya Pratiwi
Menanggapi kasus pemberhentian Valyano Boni Raphael, anggota Komisi III DPR RI, Widya Pratiwi, menyatakan keprihatinannya terhadap peristiwa ini.
Dalam rapat dengar pendapat umum yang digelar di Ruang Rapat Komisi III, DPR RI, pada Kamis, 6 Februari 2025, Widya mengungkapkan bahwa dirinya sangat memahami perasaan seorang ibu, terutama ketika memiliki harapan besar terhadap anaknya untuk berkarier sebagai seorang polisi.
Widya juga mengingatkan bahwa ibu Valyano, Veronika, merupakan anggota Bhayangkari, yang berarti memiliki kedekatan emosional dan harapan tinggi terhadap keberhasilan anaknya.
“Saya ikut prihatin, saya ikut merasakan sedihnya seorang ibu yang memiliki harapan besar untuk anak laki-lakinya. Apalagi Ibu Veronika ini adalah Bhayangkari, tentu suatu kebanggaan,” ujar Widya dalam kesempatan tersebut.
Widya juga menegaskan bahwa jika ada kesalahan dalam prosedur atau tindakan yang tidak sesuai dengan aturan selama pendidikan di SPN Polda Jabar, seharusnya sekolah dapat berfungsi untuk membimbing dan mendidik siswa agar tidak berperilaku buruk.
Oleh karena itu, ia menyatakan bahwa kasus Valyano harus dievaluasi secara objektif, dengan alasan yang jelas dari pihak Kepolisian Daerah Jawa Barat.
“Jika ada hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan, sekolah memiliki fungsi untuk meluruskan, mengayomi, dan mendidik anak agar tidak berperilaku buruk. Saya yakin jika Valyano masuk ke SPN, itu berarti dia telah lulus dari semua tes yang diberikan. Sebagai orang tua, kami berharap anak-anak kita dididik dengan baik dan tidak mengalami kekerasan,” ungkap Widya.
Widya juga mengungkapkan dukungannya terhadap usulan evaluasi ulang terhadap keputusan pemberhentian Valyano.
Menurutnya, penting bagi Kepolisian Daerah Jawa Barat untuk memberikan alasan yang jelas dan objektif terkait pemberhentian ini, agar tidak ada kesalahpahaman yang terjadi. Ia berharap bahwa kasus serupa tidak terjadi lagi di masa depan.
“Saya berharap dan setuju dengan evaluasi ulang, tentunya harus ada alasannya yang objektif dari Kepolisian Daerah Jawa Barat,” tegas Widya.
Di akhir pernyataannya, Widya menekankan bahwa penting bagi lembaga pendidikan, khususnya SPN Polda Jabar, untuk memberikan pendidikan yang baik, transparan, dan mengutamakan keadilan bagi para siswa.
Halaman : 1 2 Selanjutnya