Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memberikan wawasan mendalam mengenai perubahan drastis dalam nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah. Perihal ini merupakan isu penting yang mempengaruhi ekonomi Indonesia pada masa ini. Saat ini, nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah mencapai level yang hampir mencapai Rp 16.000, dengan titik kritis di sekitar Rp 15.930.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa salah satu faktor utama yang menyebabkan penguatan tajam Dolar AS adalah kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve. Kebijakan ini mengatur suku bunga tinggi dalam jangka waktu yang panjang di AS. Dampaknya adalah aliran modal yang signifikan kembali ke Amerika Serikat.
“Kita semua tahu fenomena global saat ini dengan Amerika Serikat yang hadapi inflasi yang cukup tertahan tinggi, dan kondisi ekonomi yang cukup kuat, mereka kemudian mengeluarkan signal atau paling tidak dibaca market, bahwa higher for longer itu akan terjadi dan ini yang sebabkan banyaknya capital flowing back to Amerika Serikat,” kata Sri Mulyani setelah rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (22/10/2023).
Sri Mulyani mempertegas bahwa kebijakan perbankan AS adalah faktor utama di balik penguatan tajam mata uang Dolar AS. Penguatan ini bahkan melampaui perkiraan Bank Indonesia.
Menteri Keuangan ini menjelaskan lebih lanjut bahwa indeks nilai tukar Dolar AS mengalami kenaikan hingga 106 poin, yang jauh lebih tinggi daripada proyeksi yang sebelumnya diajukan oleh Bank Indonesia, yaitu 93 poin. Ini mengindikasikan bahwa Dolar AS menguat secara signifikan di pasar global.
Sri Mulyani menyoroti pentingnya respons pemerintah dalam situasi ini. Dia mengatakan bahwa Komite Stabilitas Sistem Keuangan terus bekerja untuk menyelaraskan kebijakan fiskal dan moneter. Selain itu, pemerintah juga akan memantau dengan ketat dampak kenaikan nilai tukar terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
“Agar dalam situasi di mana pemacunya adalah negara seperti Amerika Serikat dampaknya ke ekonomi kita bisa dimitigasi dan diminimalkan. Baik terhadap nilai tukar, inflasi, maupun terhadap pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan. Itu yang terus kita lakukan insentif,” ungkapnya.
Artinya, pemerintah Indonesia tengah berupaya secara aktif untuk mengatasi dan memitigasi risiko yang timbul akibat penguatan Dolar AS. Dampaknya melibatkan sektor nilai tukar, inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta stabilitas sistem keuangan nasional. Komite Stabilitas Sistem Keuangan berperan penting dalam upaya ini dan bekerja sama dengan Bank Indonesia, regulator ekonomi utama di negara ini, untuk menavigasi tantangan ini.
Kebijakan Suku Bunga Tinggi AS Mendorong Penguatan Dolar AS
Penguatan tajam Dolar AS adalah hasil dari kebijakan suku bunga tinggi yang diterapkan oleh Federal Reserve, bank sentral Amerika Serikat. Keputusan untuk mempertahankan suku bunga tinggi tersebut dalam jangka waktu yang panjang telah mendorong aliran modal ke AS. Ini adalah fenomena global yang memengaruhi banyak pasar uang di seluruh dunia.
Kebijakan “higher-for-longer” ini, yang mengindikasikan bahwa suku bunga tinggi akan dipertahankan dalam jangka waktu yang lama, telah memicu reaksi positif dari pasar modal. Ini membuat AS menjadi tujuan investasi yang menarik, dengan harapan mendapatkan imbal hasil yang lebih tinggi.
Namun, dampak dari penguatan Dolar AS bukan hanya masalah pasar mata uang, tetapi juga berdampak pada perdagangan internasional dan ekonomi negara-negara lain. Negara-negara yang sangat bergantung pada ekspor mereka harus menghadapi perubahan dalam daya saing produk mereka di pasar global. Hal ini karena mata uang mereka menjadi lebih kuat dibandingkan dengan Dolar AS, yang dapat meningkatkan harga produk mereka dan membuatnya kurang kompetitif.
Ikuti berita terkini dari Redaksiku.com di Google News, klik di sini
Tinggalkan Komentar