Mengganti Puasa Ramadhan yang Terutang: Hingga Kapan Boleh Dilakukan?

pu

Dekatnya kedatangan bulan suci Ramadhan selalu menjadi momen penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Bagi yang memiliki puasa Ramadhan yang terutang, pertanyaan kapan terakhir waktu untuk menggantinya seringkali menjadi perhatian utama.

Terlebih lagi, dalam konteks Indonesia, pandangan yang berbeda-beda dari ulama tentang batas waktu penggantian puasa menambah kompleksitas dalam memahami masalah ini.

Menurut Alhafiz Kurniawan, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU), tidak ada batas waktu pasti untuk mengganti puasa Ramadhan di bulan Sya’ban.

Bagi mereka yang terhalang melaksanakan puasa karena uzur seperti sakit, batas waktu penggantian puasa tetap dapat dilakukan hingga akhir bulan Sya’ban. Meskipun demikian, beberapa ulama memilih untuk membatasi penggantian puasa setelah lewatnya Nisfu Sya’ban, sebagai antisipasi menjelang kedatangan bulan suci Ramadhan.

Tahun ini, Nisfu Sya’ban telah lewat pada tanggal 24 Februari 2024. Namun, dalam pandangan sebagian ulama, khususnya untuk orang yang membatalkan puasa demi kepentingan tertentu seperti ibu menyusui atau ibu hamil, serta bagi yang menunda-nunda penggantian puasa hingga Ramadhan berikutnya, ada tambahan beban yang harus ditanggung.

Alhafiz Kurniawan menegaskan bahwa bagi mereka yang menunda-nunda penggantian puasa karena kelalaian, selain mengqadha puasa yang terutang, juga diwajibkan membayar fidyah.

Fidyah tersebut harus dibayarkan secara bersamaan dengan mengqadha puasa yang terutang. Konsep fidyah ini juga ditegaskan oleh Syekh M Nawawi Banten, yang menyebutkan bahwa beban fidyah akan terus bertambah seiring pergantian tahun dan tetap menjadi tanggungan bagi yang berutang puasa.

Fidyah ini dihitung berdasarkan satuan “mud”, yang dalam beberapa mazhab Islam setara dengan jumlah berbeda.

Menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, satu mud setara dengan 543 gram, sedangkan menurut Hanafiyah, satu mud setara dengan 815,39 gram. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk memahami mazhab yang mereka anut dan menghitung fidyah dengan tepat.

Pentingnya memahami kewajiban mengganti puasa Ramadhan yang terutang tidak hanya dalam konteks ibadah, tetapi juga sebagai bagian dari ketaatan kepada ajaran agama.

Meskipun batas waktu penggantian puasa tidaklah pasti, namun kesadaran untuk segera melaksanakan kewajiban tersebut menjadi sangat penting. Hal ini tidak hanya sebagai bentuk ibadah kepada Allah, tetapi juga sebagai bentuk tanggung jawab terhadap diri sendiri dan masyarakat.

Dalam menjelang kedatangan bulan suci Ramadhan, mari kita bersama-sama merefleksikan kembali kewajiban agama yang mungkin terlewatkan dan berupaya untuk segera menunaikannya.

Semoga dengan kesadaran dan keikhlasan yang tinggi, kita dapat mengganti puasa yang terutang dengan baik dan mendapatkan berkah serta ridha dari-Nya. Aamiin.

Sumber: Suara.com