Redaksiku.com – Polisi menetapkan Tegar Rafi Sanjaya (TRS) sebagai tersangka persoalan kematian mahasiswa tingkat 1 Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) di Cilincing, Jakarta Utara, Putu Satria Ananta Rastika (19).
Korban merupakan junior dari TRS. Korban tewas usai dianiaya TRS.
TRS dijerat bersama dengan pasal pembunuhan, bersama dengan ancaman 15 th. penjara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Orangtua Tegar tidak menyangka anaknya jadi tersangka persoalan dugaan penganiayaan. Ibunda Tegar sempat pingsan mendengar kabar sang anak dijadikan tersangka oleh polisi.

“Saat kejadian saya segera hubungi ibunya (Sri). Lalu mendatangi rumahnya. Kondisi ibunya layaknya habis pingsan shock sepertinya,” kata Ketua RT di tempat tinggal tempat tinggal Tegar Rafi, Triyono di Bekasi, Minggu (5/5/2024).
Sang ibu menurut Triyono terhitung benar-benar kecewa apa yang dikerjakan Tegar pada adik tingkatannya di STIP.
“Ya Allah Tegar tega sekali mirip mama. Mama cari uang membuat kamu bangun pagi, pulang malam. Kamu tega begitu mirip mama.” kata Triyono.
Triyono terhitung mengaku tak menyangka Tegar jalankan hal tersebut.
“Saya tidak percaya, segitunya Tegar hingga kejadian layaknya itu,” jelasnya.
Kendati demikianlah lanjut Triyono, Tegar Rafi sebetulnya dikenal sebagai sosok yang ramah di lingkungan rumahnya. Ia terhitung mengungkapkan selama bertetangga Tegar tak dulu terlibat cekcok.
“Sama lingkungannya terhitung bagus tidak ada cekcok. Pas sadar kejadian itu, saya sadar dari orang lain bukan dari keluarganya,” jelasnya.
Sementara itu tetangga dari Tegar yang tak menghendaki disebutkan namanya mengatakan hal yang serupa. Bahwa Tegar sosok yang ramah bahagia menegur.
“Kalau melalui (Tegar) bahagia menyapa, orangnya baik banget. Saya tak menyangka sanggup layaknya itu,” kata tetangga Tegar.
Tak cuma sosok tegar, tetangga terhitung menyebut ibunda Tegar bernama Sri terhitung sosok yang baik. “Orang tuanya terhitung baik, orang lama di sini,” terangnya.
Pantauan Redaksiku tempat tinggal Tegar di Bekasi nampak tak berpenghuni. Rumah yang beralamatkan di Kampung Bulak, Jati Asih, Bekasi, pada kira-kira 14.00 WIB nampak sunyi senyap ditinggal penghuninya.
Lampu di luar tempat tinggal nampak menyala. Tak cuma itu gorden anggota di dalam terllihat menutupi pandangan kaca anggota depan. Pagar berwarna hitam terhitung nampak tertutup bersama dengan rapat.
Triyono membenarkan bahwa tempat tinggal Tegar tengah ditinggalkan penghuninya. Diketahui tempat tinggal selanjutnya berisikan ibu dan dua kakak perempuan dari Tegar.
“Tadi saya fogging ke depan dan belakang dekat Kluster Firdaus. Rumah (Tegar) lampunya menyala,” kata Triyono.
Pihak keluarga Putu Satria Ananta Rustika, taruna STIP yang tewas usai dikira dianiaya oleh seniornya, menduga pelaku penganiayaan berjumlah lebih dari satu orang.
Pengacara keluarga, Tumbur Aritonang mengatakan dugaan selanjutnya berdasar informasi awal yang di terima bahwa ada lebih dari satu orang masuk ke toilet STIP Jakarta tempat Putu dikira dianiaya.
“Kalau yang saya dengar infonya ada empat orang ya. Cuman saya belum sanggup mastiin berapa orang keseluruhan pelakunya, kami baru sanggup informasi saja,” kata Tumbur.
Pihak keluarga tidak sanggup menegaskan kuantitas pelaku gara-gara belum sanggup menyaksikan secara segera rekaman CCTV di kira-kira tempat toilet STIP Jakarta tempat kejadian perkara.
Hanya saja, menurut pihak keluarga jika terdapat orang lain menunjang dan terlibat di dalam tindak pembunuhan maka kuantitas pelaku yang diproses hukum patutnya lebih dari seorang.
“Kalaupun dia enggak mukul tetapi ada di situ, megangin (tubuh korban) umpama mestinya dia jadi tersangka. Enggak sanggup dia beralibi saya cuma lihat, enggak mukul atau pegangin doang,” ujarnya.
Menurut pihak keluarga, Putu merupakan sosok anak yang baik dan tidak punyai musuh di lingkungan pertemanan. Motif pembunuhan pun pas dikira gara-gara senioritas.
“Tim kuasa hukum terhitung berkepentingan untuk sadar ya. Apakah ini murni senioritas atau perundungan, atau ada motif lain. Misalnya balas dendam atau punyai masalah,” tuturnya.
Diketahui, Putu Satria tewas usai dianiaya di di dalam toilet koridor kelas KALK C, lantai 2 gedung STIP Jakarta, Jumat(3/5) pagi kira-kira pukul 08.00 WIB.
Penganiayaan ini berjalan kala korban dan empat teman seangkatan lainnya tengah mengecek salah satu ruang kelas.
Saat turun ke lantai 2, rombongan korban dipanggil oleh tersangka yang pas itu terhitung tengah bersama bersama dengan empat orang lainnya yang merupakan taruna tingkat 2 STIP Jakarta. Saat itu tersangka bertanya alasan korban dan empat teman seangkatannya mengenakan baju olahraga.
“Pelaku bersama dengan empat rekannya, mereka menyebut sebagai tradisinya taruna. Ada penindakan pada junior, gara-gara diamati ada yang salah menurut persepsinya senior, supaya disatuka di kamar mandi,” kata kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Gidion Ari.
Sebenarnya, Tegar tidak sendiri pada aksi kekerasan senioritas itu. Gidion menjelaskan, pas moment terjadi, Putu tengah bersama dengan empat temannya.
Sementara, Tegar pun bersama dengan empat temannnya. Selain Putu, rencananya Tegar dan empat teman seangkatannya di tingkat 2 akan menghajar empat junior lainnya yang merupakan teman korban.
Namun, Putu yang berada di kronologis pertama untuk dipukul udah terlanjur lemas dan terkapar supaya pemukulan pada empat taruna lain pun dibatalkan Tegar dan rekan-rekannya.
“Yang disatuka di kamar mandi ini ada lima orang. Nah, korban ini adalah orang yang mendapatkan pemukulan pertama dan yang empat belum sempat,” kata Gidion.
Di kamar mandi, Tegar memukul Putu sebanyak lima kali di anggota ulu hati.Kemudian, kala korban lemas dan tak sadarkan diri, tersangka Tegar memasukkan tangannya ke di dalam mulut korban bersama dengan niat jalankan pertolongan. Nahas, nyatanya korban malah meninggal dunia.
Gidion mengatakan, berdasarkan hasil autopsi, ditemukan luka di anggota ulu hati korban yang sebabkan pecahnya jaringan paru-paru.
Kemudian, polisi terhitung mendapati bahwa penyebab hilangnya nyawa korban yang paling utama adalah upaya pertolongan yang tidak cocok prosedur dikerjakan oleh tersangka.
“Ketika dikerjakan upaya, menurut tersangka ini adalah penyelamatan, di anggota mulut, supaya itu menutup oksigen, saluran pernapasan, kemudian sebabkan organ signifikan tidak mendapat asupan oksigen supaya sebabkan kematian,” sadar Gidion.
Gidion menyebut lima kali pemukulan bukan faktor hilangnya nyawa Putu.
“Jadi luka yang di paru itu mempercepat proses kematian, pas yang sebabkan kematiannya justru sesudah menyaksikan korban pingsan atau tidak berdaya, supaya panik kemudian dikerjakan upaya-upaya penyelamatan yang tidak cocok prosedur,” papar Gidion.
Tegar ditetapkan tersangka bersama dengan jeratan pasal 338 KUHP perihal pembunuhan juncto pasal 351 KUHP perihal penganiayaan berat.Ia terancam hukuman 15 th. penjara.
Ikuti berita terkini dari Redaksiku di Google News atau Whatsapp Channels