Tragedi study tour SMPN 7 Mojokerto menjadi perhatian nasional setelah insiden di Pantai Drini, Gunungkidul, yang merenggut nyawa empat siswa.
Study tour yang seharusnya menjadi pengalaman edukatif berubah menjadi mimpi buruk bagi para peserta dan keluarga korban.
Insiden ini menimbulkan berbagai pertanyaan tentang prosedur keselamatan dalam kegiatan study tour, terutama di tempat wisata alam yang memiliki risiko tinggi.
Kronologi Tragedi Study Tour SMPN 7 Mojokerto

Pada Senin, 27 Januari 2025, rombongan SMPN 7 Mojokerto berangkat menuju Yogyakarta menggunakan lima bus pariwisata.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Perjalanan ini diikuti oleh 257 siswa dan 16 guru pendamping. Setelah mengunjungi beberapa tempat wisata edukatif, rombongan melanjutkan perjalanan ke Pantai Drini.
Pagi hari, Selasa, 28 Januari 2025, sekitar pukul 04.00 WIB, mereka tiba di pantai.
Setelah istirahat dan sarapan, sebagian siswa mulai bermain di tepi pantai, meski terdapat papan peringatan mengenai ombak besar. Sekitar pukul 08.00 WIB, ombak tiba-tiba datang dan menyeret 13 siswa ke tengah laut.
Tim SAR dan nelayan setempat langsung melakukan penyelamatan. Sembilan siswa berhasil dievakuasi dalam kondisi selamat, tetapi empat lainnya ditemukan meninggal dunia setelah pencarian intensif.
Para korban tewas adalah Alfian Aditya Pratama (13), Malfen Yusuf Adhi Dilaga (13), Bayhaki F (13), dan Rifky Yudha Pratama (13).
Fakta-Fakta Mengerikan di Balik Insiden Study Tour SMPN 7 Mojokerto
Berikut adalah sejumlah fakta mengejutkan di balik insiden study tour SMPN 7 Mojokerto yang berakhir duka.
1. Kurangnya Pengawasan dari Guru Pendamping
Dalam rombongan ini, terdapat 257 siswa yang hanya didampingi oleh 16 guru. Rasio ini sangat tidak ideal, terutama untuk kegiatan di area berisiko tinggi seperti pantai.
Siswa yang berenang tidak diawasi dengan ketat, sehingga mereka tidak menyadari bahaya yang mengancam.
Sejumlah siswa yang selamat mengaku tidak ada larangan tegas dari guru saat mereka bermain air.
Bahkan, beberapa siswa sempat bermain lebih jauh ke tengah laut tanpa ada teguran. Guru-guru pendamping yang juga ikut study tour SMPN 7 Mojokerto ini baru panik setelah ombak besar datang dan menyeret beberapa siswa.
2. Ombak Besar dan Arus Kuat di Pantai Drini
Pantai Drini terkenal memiliki ombak besar dan arus kuat yang bisa menyeret siapa saja yang tidak waspada.
Meski beberapa bagian pantai relatif aman, ada zona tertentu yang berbahaya bagi wisatawan. Sayangnya, rombongan study tour SMPN 7 Mojokerto tidak diberikan pengarahan mengenai zona aman dan berbahaya di pantai ini.
Seorang nelayan yang ikut dalam pencarian korban mengatakan bahwa Pantai Drini memang memiliki arus bawah laut yang kuat.
Jika seseorang terseret, akan sulit untuk kembali ke tepi pantai tanpa bantuan. Hal ini membuat proses evakuasi semakin sulit dan memakan waktu lama.
3. Cuaca Buruk Sejak Pagi Hari
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah mengeluarkan peringatan adanya gelombang tinggi di perairan selatan Jawa.
Namun, pihak sekolah tetap melanjutkan study tour tanpa mempertimbangkan kondisi cuaca.
Beberapa warga setempat juga mengaku sudah memperingatkan rombongan agar tidak bermain di area berbahaya. Namun, peringatan tersebut diabaikan, dan siswa tetap berenang hingga akhirnya terseret ombak.
4. Salah Satu Korban Sempat Memprediksi Bahaya
Malfen Yusuf Adhi Dilaga, salah satu korban, sempat mengungkapkan firasat buruk sebelum keberangkatan.
Ia bahkan meminta izin kepada orang tuanya untuk tidak ikut study tour. Namun, karena biaya sudah dibayarkan dan teman-temannya ikut, ia tetap berangkat bersama rombongan.
Kesaksian dari teman sekelasnya menyebutkan bahwa Malfen terlihat gelisah sejak pagi sebelum tragedi terjadi. Ia bahkan tidak terlalu bersemangat saat rombongan tiba di Pantai Drini. Sayangnya, firasat buruknya menjadi kenyataan.
5. Para Korban Tidak Bisa Berenang
Dari empat korban yang meninggal, semuanya diketahui tidak memiliki kemampuan berenang yang baik.
Hal ini membuat mereka kesulitan saat terseret arus, meskipun ada upaya penyelamatan dari teman-teman mereka.
Seorang siswa yang selamat mengatakan bahwa beberapa korban sempat berusaha berenang kembali ke tepi, tetapi arus terlalu kuat.
“Kami mencoba menarik tangan mereka, tapi ombak terus menyeret ke dalam,” ujarnya.
6. Evakuasi yang Terlambat
Setelah kejadian, proses penyelamatan sempat mengalami kendala karena keterbatasan jumlah tim SAR.
Selain itu, beberapa petugas setempat mengatakan bahwa mereka baru menerima laporan sekitar 30 menit setelah kejadian, sehingga waktu penyelamatan sangat krusial.
Salah satu korban study tour SMPN 7 Mojokerto ditemukan sekitar 500 meter dari lokasi kejadian dalam kondisi tidak sadarkan diri.
Tim medis sempat memberikan pertolongan pertama, tetapi nyawanya tidak bisa diselamatkan.
7. Keluarga Korban Tidak Langsung Diberi Kabar
Banyak keluarga korban baru mengetahui insiden ini setelah berita tersebar di media sosial.
Halaman : 1 2 Selanjutnya