Sejarah dan Perbedaan Tahun Hijriyah dan Masehi
Dalam Qur’an dan hadits tidak ditemukan misal langsung bagaimana merayakan th. baru, terlebih th. baru Masehi, di pada sebabnya yakni penetapan th. baru hijriyah baru terjadi di zaman Umar bin Khaththab Radhiyallahu’anhu terhadap th. 17 hijriyah yang saat itu bertepatan terhadap 638 M. Sedangkan bulan hijriyah lebih cepat 11 hari berasal dari th. Masehi. Penanggalan bulan hijriyah didasarkan terhadap Bulan tetapi bulan Masehi terhadap Matahari.
Dalam setahun Jumlah hari terhadap th. hijriyah 354 hari tetapi th. Masehi 365 hari dan kuantitas hari th. hijriyah tiap bulannya 29-30 hari tetapi Masehi kebanyakan 30-31 hari, bahkan ada yang 28 hari setiap th. kabisat (4 th. sekali). Perubahan hari th. hijriyah setiap terbenamnya matahari tetapi th. masehi tiap jam 24.00 atau 00.00.
Sesuai perhitungan, th. hijriyah dan Masehi akan berjumpa terhadap th. 20.526 Hijriyah atau Masehi.
Perayaan Tahun Baru Dalam Islam
Tidak ditemukannya dalam Al-Qur’an dan juga misal berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam perihal perayaan ini, tetapi yang ditemukan hanya isyarat dalam Qur’an dan Hadits.
Dalam Al-Qur’an surat An-Nashr.
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚإِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
“Apabila udah datang bantuan Allah dan kemenangan, dan anda Lihat manusia masuk agama Allah bersama berbondong-bondong, maka bertasbihlah bersama memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS. An-Nashr : 1-3)
Dalam surat berikut menerangkan perintah Allah kepada kaum Muslimin ketika mendapat kemenangan untuk memperbanyak tasbih dan istighfar. Itulah yang ditunaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta para Sahabatnya sebagaimana terekam dalam Sirah An-Nabawiyah.
Dalam Surat Al-Mulk ayat 2.
“الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“Yang menjadikan mati dan hidup, sehingga Dia menguji kamu, siapa di pada anda yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa kembali Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk : 2)
Menerangkan bahwa perjalanan sejarah manusia yang diwarnai bersama kematian dan kehidupan adalah untuk menguji siapakah di pada manusia yang bisa mengisi hidupnya bersama amal-amal terbaik, yang cocok bersama tuntunan dan ikhlas dalam menjalankannya.
Dalam QS. Yunus : 5-6 dan QS. Al- Israa’ : 12.
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ إِنَّ فِي اخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَّقُونَ
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bersinar dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, sehingga anda mengetahui bilangan th. dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikianlah itu melainkan bersama hak. Dia mengatakan gejala (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. Sesungguhnya terhadap pertukaran malam dan siang itu dan terhadap apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, terlampau terdapat gejala (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa.” (QS. Yunus : 5-6)
وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ آيَتَيْنِ ۖ فَمَحَوْنَا آيَةَ اللَّيْلِ وَجَعَلْنَا آيَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِّتَبْتَغُوا فَضْلًا مِّن رَّبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ تَفْصِيلً
“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, selanjutnya Kami hapuskan isyarat malam dan Kami jadikan isyarat siang itu terang, sehingga anda mencari kurnia berasal dari Tuhanmu, dan sehingga anda mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu udah Kami terangkan bersama jelas.” (QS. Al-Israa’ : 12)
Dalam QS. Yunus ayat 5 dan 6 dan juga Al-Israa’ ayat 12 di pada hikmah perputaran saat siang dan malam adalah sehingga manusia lebih enteng mengkalkulasi saat dan mengisinya bersama yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala yakni bersama jadi orang yang bertaqwa.
Dalam QS. Ali Imran ayat 140,
إِن تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِن تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا ۖ وَإِن تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
“Jika anda (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badr) mendapat luka yang serupa, dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di pada manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan sehingga Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) sehingga beberapa anda dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Ali Imran ayat 140)
Perputaran roda kehidupan adalah untuk memberi tambahan peluang sehingga orang-orang yang beriman capai puncak keimanan yakni syahid di jalan-Nya.
Dalam beberapa riwayat hadits menerangkan bahwa alasan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam puasa senin dan kamis adalah sebab hari itu hari diangkatnya amal perbuatan manusia kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Rasulullah dambakan ketika amaI dicatat dan diambil kembali dalam kondisi berpuasa (HR. At-Tirmidzi)
Sedangkan dalam riwayat Muslim sebab hari itu (senin) adalah hari dilahirkannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan hari diangkatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jadi Nabi dan Rasul.
Dari ayat-ayat dan hadits di atas bisa dimengerti bahwa sikap seorang muslim menghadapi peristiwa-peristiwa besar dan perubahan dan juga perputaran saat terhitung terhitung “Tahun Baru” yakni bersama makin menaikkan keimanan dan amal shalih bukan sebaliknya berpesta pora, bergelimang dosa, berjalan-jalan menghabiskan saat terhitung menghamburkan harta yang merupakan normalitas orang- orang kafir dan teman-teman Syaithan. Harusnya kami bersedih sebab saat dan peluang hidup udah menyusut dan ajal pun makin dekat tetapi bekal belumlah cukup.
Telah diterangkan di atas bahwa Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu’anhum dalam menyikapi nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala berwujud kemenangan dalam Fathul Makkah adalah bersama memperbanyak tasbih sebagai wujud syukur atas nikmat besar yang udah Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan dan beristighfar atas kekurangan dan juga kekhilafan yang udah ditunaikan dan juga menisbahkan kemenangan dan hancurnya musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun amalan atau ibadah khusus terhadap hari dan malam itu tidak ada misal berasal dari mereka, maka laksanakan ibadah khusus terhadap hari dan malam itu adalah perihal yang wajib dijauhi sehingga tidak dianggap terhitung orang yang menembah sesuatu yang udah prima sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran Surah Al-Maidah ayat 3,
…الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينً…
“… Hari ini udah Aku sempurnakan Agama kalian dan udah Aku cukupkan nikmat-Ku atas kalian dan Aku udah ridha Islam sebagai agama kalian…” (QS. Al-Maidah: 3)
Tidak ada sesuatupun yang mendekat kepada Surga jikalau udah diterangkan dan tidak ada sesuatupun yang bisa mendekatkan kepada Neraka jikalau udah diperingatkan kepada umatnya. Jikalau peringatan dan perayaan th. baru Islam atau Masehi dianggap baik dan barokah pastilah udah diterangkan oleh Syariat.
Salaf Rahmatullah ‘Alaihim dan Waktu
Sikap para Salaf Rahmatullah ‘Alaihim dalam menyikapi berubahan saat dan zaman, di antaranya:
Berkata Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhuma, “Aku tidak pernah menyesali terhadap sesuatu melebihi penyesalanku terhadap hari di mana matahari udah terbenam dan ajal makin menyusut tetapi amalku tidak bertambah.”
Berkata penghulunya para Tabi’in Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah. “Wahai anak Adam engkau adalah hari-hari, andaikata udah pergi harimu berarti udah hilang beberapa hidupmu.”
“Aku udah menjumpai suatu kaum (Sahabat Radhiyallahu’anhum) yang mereka melindungi waktu-waktunya lebih keras daripada penjagaan kalian terhadap emas dan perak kalian.”
Berkata Imam Asy-syafi’i rahimahullah, “Waktu adalah pedang, jikalau engkau tidak manfaatkan untuk memotong maka engkau akan terpotong.”
“Dirimu jikalau tidak kau manfaatkan untuk kebaikkan maka engkau akan disibukkan terhadap kebathilan.”
Berkata Al-Wazir Ash-Shalih Yahya bin Hubairah Rahimahullah, “Waktu itu sesuatu yang paling punya nilai yang wajib dijaga dan Aku melihatnya (waktu) itu adalah perkara yang paling enteng engkau sia-siakan.”
Semoga postingan ini jadi renungan bersama sehingga lebih baik terhadap tahun-tahun selanjutnya. Amiin…
✍ | Ust. Abu Abdirrahman Al-Hajjamy, MA.
Tinggalkan Komentar